Senin, 31 Desember 2012

AKTA PENDIRIAN YAYASAN

-----------------------------------------  AKTA PENDIRIAN  ---------------------------------------------------------------------------------------------------------   YAYASAN ………………….. ----------------------------------------
---------------------------------------------- ---  Nomor :       -------------------------------------------------------------

Pada hari ini dst………………….
Menghadap kepada saya, dst…………………..
Tuan X, lahir di Yogyakarta, tanggal dst.

Penghadap yang telah saya, Notaris kenal dengan ini menerangkan, dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan yang berlaku serta izin dari yang berwenang mendirikan suatu yayasan dan untuk itu telah memisahkan dari harta kekayaan berupa uang tunai sebesar Rp.100.000.000 (…), selanjutnya dengan anggaran dasar sebagai berikut :  -------------------------------------------------------
-----------------------  NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN. ------------------------------
-------------------------------------   Pasal 1. -------------------------------------------------
1.  Yayasan ini bernama YAYASAN …………… (selanjutnya didalam Anggaran Dasar ini cukup disingkat Yayasan ), berkedudukan di Yogyakarta. ---------------------------------------------------------------------------------
2.      Yayasan dapat membuka cabang atau perwakilan di tempat lain, baik di dalam  maupun di luar wilayah Republik Indonesia, berdasarkan keputusan Pembina. ---------------------------------------------------------------------
-----------------------------  MAKSUD DAN TUJUAN .  -------------------------------------
--------------------------------------- Pasal 2. -------------------------------------------------
Yayasan ini mempunyai maksud dan tujuan di bidang : --------------------------------
-          Sosial.  ---------------------------------------------------------------------------------------
-          Kemanusiaan. ------------------------------------------------------------------------------
-          Keagamaan. --------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------  KEGIATAN. ---------------------------------------------
----------------------------------------   Pasal 3. -----------------------------------------------
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, yayasan melakukan kegiatan sebagai berikut : ------------------------------------------------------------------------------------
-          Sosial. ----------------------------------------------------------------------------------------
Mendirikan pendidikan forma maupun non formal. ----------------------------
-          Kemanusiaan. ------------------------------------------------------------------------------
Mendirikan rumah anak yatim piatu, rumah jompo. ---------------------------
-          Keagamaan. --------------------------------------------------------------------------------
Mendirikan tempat ibadah.  -----------------------------------------------------------

---------------------------------   JANGKA WAKTU. --------------------------------------
------------------------------------   Pasal 4.  ----------------------------------------------
Yayasan ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. -----------------------



------------------------------  KEKAYAAN. --------------------------------------------
------------------------------- Pasal 5.  ---------------------------------------------
Yayasan mempunyai kekayaan awal yang berasal dari kekayaan pendiri yang dipisahkan berupa ( uang sebesar Rp.100.000.000,-- ).  ---------------------------------
1.      Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, kekayaan dapat juga diperoleh dari :  ---------------------------------------------------------------------
a.      Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat. ----------------------------
b.      Wakaf. ----------------------------------------------------------------------------------
c.       Hibah/Hibah wasiat. ----------------------------------------------------------------
d.      Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan atau peraturan perundangan yang berlaku. ----------------
2.      Semua kekayaan Yayasan harus dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. ---------------------------------------------------------------------

Dst………………..
-------------------------  PERATURAN PENUTUP.  ------------------------------------
---------------------------------- Pasal 41.  -----------------------------------------------
1.  Hal-hal yang tidak diatur atau belum cukup diatur dalam anggaran dasar ini akan diputuskan oleh Rapat Pembina.  --------------------------------
2.      Menyimpang dari ketentuan dalam pasal 7 ayat (4), pasal 13 ayat (1) dan pasal 24 ayat  (1) Anggaran Dasar ini mengenai tata cara pengangkatan Pembina, Pengurus dan Pengawas untuk pertama kaliya diangkat sebagai Pembina,  Pengurus dan Pengawas yayasan dengan susunan sebagai berikut : --------------------------------------------------------------
a.      PEMBINA. ------------------------------------------------------------------------------
Tuan X tersebut.
b.      PENGURUS. ----------------------------------------------------------------------------
Ketua                    : Tuan A ( identitas lengkap ).
Sekretaris             : Tuan B ( identitas lengkap ).
Bendahara            : Tuan C ( identitas lengkap ).
c.       PENGAWAS. ---------------------------------------------------------------------------
Tuan Y ( identitas lengkap ).
3.      Pengangkatan anggota Pembina, Pengurus dan Pengawas, yayasan tersebut telah diterima oleh masing-masing yang bersangkutan dan harus disahkan dalam Rapat Pembina pertama kali diadakan, setelah Anggaran Dasar ini mendapat pengesahan atau didaftarkan pada instansi yang berwenang.   -------------------------------------------------------------
Pengurus Yayasan dan/atau
baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan hak untuk memindahkan kekuasaan ini kepada orang lain dikuasakan untuk memohon pengesahan Anggaran Dasar ini kepada instansi yang berwenang dan untuk membuat perubahan dan atau tambahan dalam bentuk apapun yang diperlukan untuk memperoleh pengesahan tersebut dan untuk itu menandatangani semua surat-surat yang diperlukan.  --------------------------------------------------------------------------------------  DEMIKIAN AKTA INI ---------------------------------
Dibuat  dan  diselesaikan  di  Yogyakarta,  pada hari dan tanggal seperti tersebut pada bahagian awal akta ini, dihadiri oleh :  -----------------------------------
-          Tuan K dst…………………..
-          Tuan G dst …………………

SEKILAS TENTANG PENDAFTARAN TANAH


Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri atas :
1.      Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data fisik bidang-bidang tanah tertentu;
2.      Pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyajian data yuridis tertentu;
3.      Penerbitan surat tanda bukti haknya;
4.      Pencatatan perubahan-perubahan pada data fisik dan data yuridis yang terjadi kemudian.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka, dapat disimpulkan bahwa pendaftaran tanah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis. Dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah tentunya pendaftaran tanah itu sendiri mempunyai tujuan, yaitu untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah.
Apabila ditinjau dari tujuannya pendaftaran tanah dapat dikatakan sebagai :
1.      Fiscal cadastre, yaitu dimana pendaftaran tanah dilakukan dalam rangka pemungutan pajak tanah. Contohnya pada pajak bumi atau Landrente, verponding Indonesia, verponding Eropa, IPEDA dan PBB.
2.      Legal cadastre atau rechts kadaster, yaitu dimana pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah.
Dasar hukum pendaftaran tanah, antara lain :
1.      Undang-undang Pokok Agraria pasal 19, Pasal 23, Pasal 32, dan Pasal 38;
2.      Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
3.      Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24 Tahun 1997;
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
5.      Peraturan Menteri agrarian/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 37 Tahun 1998.
Pendaftaran tanah dilaksanakan melalui dua system, yaitu :
1.      Pendaftaran tanah sistematik
Dimana kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan;
2.      Pendaftaran tanah sporadik
Dimana pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah pada suatu desa/kelurahan secara individual atau masal.
Adapun asas dalam pendaftaran tanah, yaitu sebagai berikut :
1.      Asas aman
Dalam pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat lebih memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuannya.
2.      Asas terjangkau
Hal ini agar pihak-pihak yang memerlukan terutama golongan ekonomi lemah agar dapat terjangkau dalam pemberian pelayanan pendaftaran tanah.
3.      Asas mutakhir
Kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaan dan berkesinambungan pemeliharaan data pendaftaran tanah, yang mana data yang tersedia harus menunjukkan keadaan mutakhir, sehingga data yang tersimpan selalu up to date, sesuai dengan kenyataan dilapangan.
4.      Asas keterbukaan
Hal ini agar masyarakat dapat memperoleh keterangan dalam hal penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai data yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan.

MAJELIS PENGAWAS NOTARIS


Majelis pengawas notaris terdiri atas :
1.      Majelis Pengawas Daerah;
2.      Majelis Pengawas Wilayah;
3.      Majelis Pengawas Pusat;

1.      Majelis Pengawas Daerah (MPD)
1.)    Melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-Undang Jabatan Notaris, dan Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 tahun 2004
2.)    Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada butir (1) MPD berwenang :
(1)   Menyampaikan kepada MPW tanggapan MPD berkenaan dengan keberatan atas putusan penolakan cuti;
(2)   Memberitahukan kepada MPW adanya dugaan unsur pidana yang ditemukan oleh Majelia Pemeriksa Daerah atas laporan yang disampaikan kepada MPD;
(3)   Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertipikat cuti;
(4)   Menandatangani dan member paraf buku daftar akta dan buku khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat dibawah tangan dan untuk membukukan surat dibawah tangan;
(5)   Menerima dan menata usahakan Berita Acara Penyerahan Protokol;
(6)   Menyampaikan kepada MPW :
a.      Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan Juli dan Januari.
b.      Laporan insidentil setiap 15 (lima belas) hari setelah pemberian izin cuti Notaris.

2.      Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
1.)    Melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 85 UUJN dan Pasal 26 PERMENKUMHAM RI tahun 2004;
2.)    Selain itu, MPW berwenang :
(1)   Mengusulkan kepada MPP pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat;
(2)   Memeriksa dan memutus keberatan atas putusan penolakan cuti oleh MPD.
(3)   Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertipikat cuti;
(4)   Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsure pidana yang diberitahukan oleh MPD. Atas laporan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh MPW, hasilnya disampaikan kepada MPW;
(5)   Menyampaikan laporan kepada MPP, yaitu :
a.      Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dalam bulan Agustus dan Pebruari;
b.      Laporan insidentil paling lambat 15 (lima belas) hari setelah putusan Majelis Pemeriksa.

3.      Majelis Pengawas Pusat (MPP)
1.)    Melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan huruf (d), Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN, dan Pasal 29 PERMENKUMHAM RI tahun 2004;
2.)    Selain itu MPP berwenang :
(1)   Memberikan izin cuti lebih dari (satu) tahun dan mencatat izin cuti dalam sertipikat cuti;
(2)   Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian sementara;
(3)   Mengusulkan kepada Menteri pemberian sanksi pemberhentian dengan hormat;
(4)   Menyelenggarakan siding untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi, kecuali sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; dan
(5)   Menyelenggarakan siding untuk memeriksa dan mengambil putusan dalam tingkat banding terhadap penolakan cuti dan putusan tersebut bersifat final.     

Senin, 24 Desember 2012

pembubuhan materai tempel pada akta PPAT



PEMBUBUHAN MATERAI TEMPEL PADA AKTA PPAT

     Setiap PPAT memiliki karakter nya masing-masing tidak terkecuali pada setiap akta yang dibuatnya, selama hal tersebut tidak menyimpang dari ketentuan undang-undang yang berlaku tentunya tidak menjadi suatu permasalahan yang serius. dalam hal ini, dimana pada setiap akta-akta yang dibuat oleh PPAT tidak ada ketentuan mengenai letak dimana materai tempel tersebut dapat diterakan pada akta PPAT. terkadang hal ini menjadi tanda tanya pada beberapa instansi yang terkait dengan PPAT yang antara lain seperti pihak BPN, Bank, maupun instansi terkait lainnya yang biasanya berhubungan dengan PPAT tersebut. yang biasanya menjadi tanda tanya adalah dimana letak yang seharusnya materai tersebut diterakan pada akta PPAT. karenanya  beberapa kantor PPAT biasanya membubuhkan materai pada bagian antara kolom tandatangan pihak pertama dan pihak kedua. namun, hal ini dapat menjadi sorotan apabila PPAT menempelkan materai tempel tersebut pada kolom tanda tangan nya selaku PPAT yang bersangkutan. 
     Berdasarkan hal tersebut saya mencoba untuk mengupas sedikit jawaban atas  letak pembubuhan materai tempel dalam akta-akta PPAT yang sesuai menurut aturan Undang-Undang Bea Materai
     Mengenai Dasar hukum tentang materai diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Disebutkan bahwa benda materai adalah materai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dikeluarkannya benda materai adalah untuk menghimpun dana masyarakat.
Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan tentang dokumen-dokumen yang dikenakan bea materai beserta tarif yang dikenakan. Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin maju dan kompleks, pemerintah kemudian merasa perlu untuk mengatur lebih jauh mengenai tarif bea materai ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Th. 1985 yang menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Berdasarkan hal tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai. Dalam Pasal 1 PP tersebut dinyatakan bahwa dokumen yang dikenakan Bea Materai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai adalah dokumen yang berbentuk :
a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b) Akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
d) Surat yang memuat jumlah uang, yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang, menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank, berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank atau berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Tarif materai untuk Perjanjian, Akta Notaris atau Akta PPAT menurut Pasal 2 PP dikenakan bea materai sebesar Rp 6.000,00.
Berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas, ditinjau dari aspek hukum perjanjian materai bukan merupakan syarat untuk menyatakan sah atau tidaknya suatu perjanjian. Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian secara jelas dan terang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan para pihak; mampu secara hukum; hal tertentu dan adaya causa yang halal. Pengenaan materai sekali lagi merupakan bentuk pungutan pajak negara atas pembuatan dokumen atau perjanjian. Keberadaan materai dalam perjanjian memiliki fungsi sebagai alat bukti di Pengadilan, sehingga jika suatu saat terdapat sengketa diantara para pihak, perjanjian tersebut dapat diajukan ke hadapan hakim. Ketentuan mengenai tata cara pembubuhan materai diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea materai. Pada dasarnya pelunasan bea materai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.

Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut (pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :

  1. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.
  1. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
  1. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
  1. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka, jelaslah bahwa pembubuhan materai pada akta PPAT tidak serta merta harus diletakkan atau dibubuhkan pada kolom tanda tangan antara pihak pertama dan pihak kedua. Namun, dalam undang-undang bea materai tidak menyebutkan dimana tempat yang seharusnya untuk membubuhkan materai tersebut. Dalam Pasal 7 undang-undang bea materai hanya menyebutkan bahwa pembubuhan materai harus disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.  Dengan demikian, tidaklah menjadi suatu masalah yang serius letak pembubuhan materai dalam akta PPAT apabila materai tersebut dibubuhkan pada kolom tandatangan PPAT yang bersangkutan tersebut dan tentunya hal ini tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mengatur hal tersebut.    

FORMAT Pernyataan ahli waris


PERNYATAAN AHLI WARIS
Nomor : -05-

-Pada hari ini, …… tanggal …………… (…………………), pukul …………… WIB (……………………………… Waktu Indonesia Barat).-------------------------
-Menghadap kepada saya, …………………………………, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Kota ……………… dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang telah saya, Notaris, kenal dan nama-namanya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini : -----------------


1.Nyonya …………, lahir di …………, pada tanggal ………… (………………………………………………………), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan ………, Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan …………, Kecamatan …………, Kota …………, Propinsi ……………………………, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan : ……………………………………………;-----------------------------
- Menurut keterangannya bertindak :---------------------------
     a.  Untuk diri sendiri;-------------------------------------
     b. Selaku pengampu dari anak kandungnya yang gila bernama
        Tuan ………………, lahir di Kota …………, pada tanggal …………………
        (………………………………………………………),bertempat tinggal serumah dengan 
        ibu kandungnya tersebut, demikian berdasarkan penetapan
        pengampuan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kota
        …………………, Nomor : …/PN/……, tertanggal ………................
        ……………………………………………………………), asli surat penetapan mana   
        diperlihatkan kepada saya, Notaris. Sedang foto copinya
        dilekatkan pada minuta akta ini.-------------------------
c. Selaku wali dari anak kandungnya yang belum dewasa
   bernama Nona ………………………………, lahir di …………………………,pada
   tanggal …………………… (………………………………………………………),demikian
   berdasarkan penetapan perwalian yang dikeluarkan oleh
   Pengadilan Negeri Kota ……………………, Nomor : …/PN/…,
   tertanggal ……………… (……………………………), asli surat penetapan
   mana diperlihatkan kepada saya, Notaris. Sedang foto
   copinya dilekatkan pada minuta akta ini.------------

2. Tuan …………………………, lahir di …………………………, pada tanggal
   …………………… (……………………………………………………………………), Warga Negara
   Indonesia, Karyawan Bank, bertempat tinggal di Jalan ………,
  Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan ……………, Kecamatan ……………, Kota ………………, Propinsi ………………………, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan :………;-------------------------------------
-Para penghadap telah saya, Notaris, kenal.-------------------
-Para penghadap terlebih dahulu dengan ini menerangkan bahwa para penghadap dengan akta ini bermaksud membuat pernyataan dengan tujuan guna mendapatkan Surat Keterangan Hak Waris.----
-Selanjutnya para penghadap dengan ini menerangkan dan meyatakan hal-hal sebagai berikut :---------------------------
-Bahwa telah meninggal dunia di ……………… pada tanggal ………………… (…………………………………) dalam usia tahun, Tuan ……………… lahir di Kota …………………… pada tanggal ……………… (………………………………………………………………), demikian berdasarkan akta kematian yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kota …………………, tertanggal ……………………… (……………………………………) dibawah Nomor : /KCS/K//, yang untuk selanjutnya dalam akta ini disebut --------------------------
--------------------A L M A R H U M--------------------------
-Almarhum bertempat tinggal terakhir di Jalan ……, Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan ………………, Kecamatan ……………, Kota ………………, Propinsi ……………………….------------------------------
-Bahwa semasa hidupnya ALMARHUM pernah melakukan perkawinan satu kali dan merupakan satu-satunya perkawinannya yang sah, yaitu dengan Nyonya ……… yang hingga kini masih hidup, lahir di ………, pada tanggal ……………………………… (…………………………………), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal terakhir bersama-sama dengan suaminya (ALMARHUM) tersebut, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor: ……………………………, demikian berdasarkan akta perkawinan nomor: /KCS//, yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil Kota ………………….---------------------------------
-Dari perkawinan Almarhum dengan Nyonya …………… tersebut, telah dilahirkan 3 (tiga) orang anak yang hingga kini  masih hidup semuanya, yaitu : ------------------------------------------
1.Tuan ……………, lahir di ………………, pada tanggal ……………… (…………………………………), Warga Negara Indonesia, Karyawan Bank, bertempat tinggal di Jalan ………, Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan ………, Kecamatan …………, Kota …………, Propinsi ………………… pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan : ………………………………;----------------------------------------------
2.Tuan ………………, lahir di ………………………, pada tanggal ……………………… (…………………………………), demikian berdasarkan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil ……………………, tertanggal …………………(…………………………………………………), bertempat tinggal serumah dengan ibu kandungnya tersebut.--------------------------------------
3.Nona ………………………, lahir di ………………………, pada tanggal …………………………… (………………………………………………),pelajar, bertempat tinggal serumah dengan ibu kandungnya.-----------------------------------------------
-Bahwa dengan ini, seorang isteri dan 3 (tiga) orang anak dari ALMARHUM yang hingga kini masih hidup, menyatakan bahwa mereka merupakan segenap ahli waris dan satu-satunya ahli waris yang sah dari ALMARHUM, tanpa ada ahli waris lainnya.--------------
----------------------DEMIKIAN AKTA INI-----------------------
-Dibuat sebagai minuta, diselesaikan, dan diresmikan di Kota ........... pada hari dan tanggal yang sesuai dengan disebutkan pada bagian awal akta ini, dengan dihadiri oleh :----------------

1.Tuan ………………………, Sarjana Hukum, lahir di ……………, pada tanggal …………………… (…………………………………), Warga Negara Indonesia, pegawai kantor notaris, bertempat tingal di Jalan ……………… Nomor , Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan …………, Kecamatan …………, Kabuaten ………, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan : …………………………………………;----------------------------------------------
2.Tuan ……………………, Sarjana Hukum, lahir di ………………………, pada tanggal ………………… (……………………………………………………), Warga Negara Indonesia, pegawai kantor notaris, bertempat tinggal di Jalan ………………, Rukun Tetangga , Rukun Warga , Kelurahan ………, Kecamatan ………, Kabupaten ……, pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan : ………………;--------------------------------------------------------
-Keduanya adalah pegawai kantor Notaris sebagai saksi-saksi. 
-Segera setelah saya, Notaris, membacakan akta ini kepada para penghadap dan para saksi, maka dengan segera para penghadap, para saksi, dan saya, Notaris, menandatangani akta ini.
-Dibuat dengan tanpa perubahan.----------------------------------
-Dibuat sebagai salinan yang sama bunyinya dengan minuta akta ini.


                     Notaris Kota ……………,




                    (…………………………………………………………………………)