8. AKTA PEMBERIAN HGB/HAK PAKAI ATAS TANAH HAK MILIK
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas
Tanah Hak Milik dapat dibuat manakala apabila ada kehendak dari seorang pemilik
tanah dengan status hak milik untuk memberikan hak guna bangunan/hak pakai
kepada orang lain yang meminta diterbitkannya HGB/Hak Pakai diatas tanah hak
milik nya tersebut. Dengan dibuatnya dan ditandatanganinya akta tersebut maka,
sejak saat itulah muncul HGB/Hak Pakai didalam kawasan tanah hak milik, namun
tanah hak milik tersebut masih tetap ada. Sehingga atas hal tersebut setelah
sertipikatnya didaftarkan di kantor Pertanahan setempat terbitlah 2 (dua)
sertipikat yaitu seripikat Hak Milik (sebagai kepemilikan awal) dan sertipikat
HGB/ Hak Pakai atas tanah hak milik. Kepemilikan atas HGB/Hak Pakai tersebut
tidak kekal seperti kepemilikan hak milik. Atas kepemilikan HGB/Hak Pakai
tersebut hanya bersifat sementara (memiliki jangka waktu) dimana kepemilikan
hanya sepanjang waktu yang diperjanjikan dalam akta Pemberian hak. (menurut PP
40/1996 maksimal 30 tahun). Atas kepemillikan HGB/Hak Pakai diatas tanah Hak
Milik tersebut tidak dapat diperpanjang melainkan hanya dapat diperbaharui
dengan cara membuat akta pemberian HGB/Hak Pakai yang baru dihadapan PPAT.
Mengenai hal tersebut maka, pajak Pph dan BPHTB yang dikenakan pun sama seperti
pertama kali dibuatnya akta tersebut.
Jumat, 04 Januari 2013
AKTA-AKTA PPAT
7. SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT)
SKMHT adalah akta pemberian kuasa khusus untuk membuat APHT. Berdasarkan
penjelasan umum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan pada asasnya APHT
wajib ditandatangani oleh pemberi hak tanggungan, namun bila karena sesuatu
sebab yang menyebabkan ia tidak bisa hadir untuk menandatangani APHT maka ia
wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan SKMHT yang berbentuk akta
otentik. Dalam hal ini pejabat yang ditunjuk untuk membuat SKMHT adalah
notaries dan PPAT.
SKMHT dibuat guna menjembatani dalam perwujudan
pembuatan APHT dikemudian hari, hal ini dikarenakan biasanya pada prakteknya
pada saat itu APHT belum dapat dibuat sehingga SKMHT lah yang dibuat lebih
dahulu, misalnya saja pada saat pembuatan Akta Perjanjian Kredit seharusnya
dilanjutkan dengan pembuatan APHT namun karena sertipikat sedang dalam proses
balik nama atau sedang dalam proses roya menyebabkan APHT tidak dapat dibuatkan
saat itu. Apabila Kreditur setuju maka dibuatkan saja Akta Perjanjian Kredit
dan SKMHT terlebih dahulu kemudian APHT nya akan dibuatkan dikemudian hari
yaitu setelah proses balik nama atau proses roya selesai. Dalam pembuatan SKMHT
yang harus diperhatikan oleh Kreditur adalah adalah masa berlakunya SKMHT
karena SKMHT gugur demi hukum apabila masa berlakunya berakhir. Oleh sebab
itulah, disarankan agar PPAT yang bersangkutan dapat membuat daftar atau
catatan khusus tentang semua SKMHT yang dibuatnya sehingga akan mempermudah
PPAT tersebut untuk mengontrol kapan berakhirnya masa berlaku SKMHT yang dibuat
nya tersebut.
AKTA-AKTA PPAT
6. AKTA PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN (APHT)
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah akta PPAT yang memuat
mengenai pemberian Hak Tanggungan kepada Kreditur sebagai jaminan untuk
pelunasan piutangnya.
APHT tidak selalu didasarkan atau didahului dengan pembuatan SKMHT.
APHT adalah perjanjian asesoir/ikutan, yang merupakan perjanjian pokok
adalah Perjanjian Hutang atau Perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang
piutang. Biasanya dalam praktik sehari-hari perjanjian hutang dapat berwujud
dan berjudul : Perjanjian Kredit, Perjanjian Hutang Pengakuan Hutang atau judul
yang lainnya.
Perjanjian APHT merupakan perjanjian antara pemberi hak tanggungan yang
dalam hal ini belum tentu adalah Debitur, dengan penerima hak tanggungan yang
dalam hal ini adalah Kreditur dalam Perjanjian Kredit. Karena APHT adalah
perjanjian assesoir maka PPAT baru dapat dan boleh membuatkan APHT bila
perjanjian pokoknya sudah dibuat. PPAT yang bersangkutan harus memastikan bahwa
perjanjian pokok telah ditandatangani oleh Debitur dan Kreditur sebelum
dibuatnya APHT, terutama bila perjanjian tersebut dibuat dibawah tangan. PPAT
dilarang untuk membuatkan APHT apabila dalam perjanjian pokok tidak ada janji
untuk itu, walaupun antara para pihak telah saling setuju. Hal ini karena telah
diatur dalam UUHT. Bila para pihak telah saling sepakat untuk membuat APHT
namun dalam perjanjian pokoknya tidak ada perjanjian untuk itu maka jalan
keluarnya adalah dengan membuat akta perubahan atas Perjanjian Pokok yang
isinya menambah satu (atau lebih) pasal tentang adanya janji pemberian Hak
Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang debitur, setelah itu barulah PPAT
dapat membuatkan APHT nya.
APHT merupakan akta yang mengakibatkan timbulnya pembebanan bukan hak
atas tanah, bukan dan tidak menyebabkan terjadinya peralihan hak. Adapun
janji-janji yang dibuat dalam APHT, antara lain:
1. Janji yang
membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk menyewakan obyek hak tanggungan,
2. Janji yang
memberi kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola obyek hak
tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri,
3. Janji
bahwa pemegang Hak tanggungan pertama (peringkat pertama) mempunyai hak untuk
menjual atas
kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitur cedera
janji,
4. Janji
bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan obyek hak tanggungan pada waktu
eksekusi
hak tanggungan.
Adapun warkah yang harus dilengkapi dalam pembuatan APHT oleh PPAT,
yaitu :
1.
Surat pengantar
dari PPAT kepada bank dari debitur,
2.
Permohonan
HT oleh Bank,
3.
Bukti
pembayaran pengecekan sertipikat,
4.
KTP, Kartu
Keluarga, Akta Perkawinan,
5.
SKMHT
(bila didahului dengan SKMHT),
6.
Sertipikat
tanah asli,
7.
Sertipikat
HT,
8.
Bukti
pembayaran HT ke BPN RI yang termasuk dalam PNBP
Setiap pembuatan APHT harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat
selambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah Akta dibuat.
Perlu diketahui juga bahwa dalam hal didahului dengan
SKMHT maka untuk kuasa menjual tidak boleh bersamaan pada saat turunnya
Perjanjian Kredit melainkan apabila terjadi wanprestasi baru dapat dibuatkan
kuasa menjual nya (kompromise)
AKTA-AKTA PPAT
5. AKTA PEMBAGIAN HAK BERSAMA (APHB)
Dalam pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) tidak selalu diikuti
dengan pemecahan tanah.
Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) dibuat manakala ada sebidang tanah
yang kepemilikannya adalah milik bersama dari beberapa orang, kemudian akan
dibuat menjadi milik satu orang atau lebih (namun jumlah pemiliknya menjadi
lebih sedikit daripada jumlah pemilik semula) namun, yang nantinya jadi pemilik
hak atas tanah tersebut adalah termasuk pemilik semula.
Kepemilikan atas tanah tersebut dapat terjadi karena :
1.
Peristiwa
hukum, misalnya saja : karena terjadinya pewarisan dan karena terjadinya
perkawinan.
2.
Karena
keinginan bebas dari mereka yang ingin bersama-sama memiliki hak atas tanah.
Satu APHB dapat memuat satu atau beberapa bidang tanah sekaligus, satu
APHB juga dapat memuat beberapa letak bidang tanah dibeberapa wilayah kerja
PPAT. Dalam hal bidang tanah terletak pada beberapa daerah maka, pembuatan APHB
dapat dipilih akan dibuat di PPAT didaerah kerja mana yang dipilih oleh
kesepakatan para pihak. Namun, atas blankonya nanti diberikan kepada
masing-masing wilayah kerja PPAT dimana bidang tanah tersebut masing-masing
berada. Proses selanjutnya sama dengan akta lainnya. Namun untuk pajak terdapat
pengecualian pembayaran PPh yang apabila bagi orang pribadi yang mempunyai
penghasilan dibawah PTKP yang melakukan pengalihan hak atas tanahdan atau
bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,- dan
bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Selain itu, ada juga pengurangan
pada BPHTB yang apabila atas permohonan wajib pajak dapat diberikan dalam hal :
tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan,
panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari
keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat.
Pengurangannya yaitu 50% dari yang seharusnya dibayarkan.
AKTA-AKTA PPAT
4. AKTA PEMASUKAN DALAM PERUSAHAAN (APDP)
Akta Pemasukan Dalam Perusahaan (Imbreng) dapat dibuat manakala ada
seseorang yang ingin memiliki sejumlah saham yang dikeluarkan dari portofolio
PT dengan cara menyetorkan / menyerahkan hak atas tanah miliknya untuk menjadi
milik PT. maka, yang disetorkan untuk menjadi milik PT bukanlah uang, melainkan
adalah hak atas tanah.
Dengan ditandatangani nya akta pemasukan dalam perusahaan maka, sejak
saat itulah tanah tersebut menjadi milik PT. akta tersebut tetap harus
didaftarkan ke kantor pertanahan setempat guna dicatatkan kepemilikannya.
Demikian juga, dengan saham yang diperoleh atas pemasukan tersebut harus
dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk dicatatkan kepemilikannya. Dalam
akta ini terdapat persamaan dengan akta tukar menukar yaitu dalam satu blanko
akta dapat memuat untuk beberapa bidang tanah sekaligus yang ditukarkan dengan
saham. Atas beberapa bidang tanah tersebut pun dapat untuk dibeberapa wilayah
kerja PPAT yang berbeda-beda.
Dalam hal persiapan pembuatan akta pemasukan dalam
perusahaan syarat yang harus diperhatikan, yaitu mengenai akta pendirian PT dan
bukti pengesahannya, Akta Perubahan Anggaran Dasar PT (biasanya perubahan untuk
pertama kalinya dan yang terakhir kalinya), serta syarat lainnya yang
diperlukan, misalnya surat persetujuan komisaris/RUPS, atau surat kuasa. Dalam
hal pajak untuk akta pemasukan dalam perusahaan maka, tetap dikenakan Pph dan
BPHTB
AKTA-AKTA PPAT
3. AKTA TUKAR MENUKAR
Akta tukar menukar dibuat oleh PPAT manakala terjadi kejadian dimana ada
2 (dua) orang yang sama-sama memiliki sebidang hak atas tanah satu sama lain
menginginkan untuk saling menukar hak atas tanah yang mereka miliki sehingga
keduanya dapat menghadap PPAT untuk membuat akta tukar menukar. Maka, dalam hal
ini dapat disimpulkan dalam perjanjian tukar menukar adanya pertukaran antara
hak milik atas tanah dengan hak atas tanah.
Dengan adanya akta tukar menukar maka pada detik ditanda
tanganinya akta tukar menukar, hak atas tanah dari kedua beleh pihak telah
ditukar antara satu sama lain. Namun, dalam tukar menukar tidak serta merta
terjadinya tukar menukar antara sebidang tanah, dalam tukar menukar dapat pula
dilakukan dengan pemberian kompensasi berupa sejumlah uang kepada pihak
lainnya, dalam hal terjadinya kompensasi maka, nilai kompensasi harus
dicantumkan dalam blanko akta tukar menukar tersebut. Dalam tukar menukar juga
tidak semata-mata hanya satu tanah yang ditukarkan dengan satu tanah. Namun,
dalam tukar menukar dapat pula untuk lebih dari satu bidang hak atas tanah.
Dalam artian tukar menukar dapat dilakukan untuk beberapa bidang tanah
sekaligus apabila kedua pihak tersebut sepakat. Untuk beberapa hak atas tanah
cukup dimuat dalam satu blanko akta tukar menukar saja, hal ini berbeda dengan
akta jual beli dan hibah yang hanya membolehkan satu hak atas tanah untuk
setiap satu akta yang dibuat. Untuk pajak yang dikenakan sama saja seperti 2
kali akta jual beli yang mana kedua belah pihak sama-sama diharuskan membayar
Pph dan BPHTB
AKTA-AKTA PPAT
2. AKTA HIBAH
Akta Hibah juga termasuk dalam jenis Partij Acte (Partai Akta), dimana PPAT hanya menuangkan apa yang dijelaskan dan diakui oleh para pihak ke dalam akta yang dibuatkannya. PPAT harus tetap melakukan penghati-hatian dalam pembuatan Akta nya, misalnya PPAT harus minta ditunjukkan bukti kepemilikan nya, misalnya sertipikat aslinya. Selain itu, PPAT juga harus meminta bukti tertulis berupa surat persetujuan yang menyebutkan bahwa pemberi hibah menerangkan bahwa calon ahli warisnya telah menyetujui hibah tersebut. Para pihak dalam pembuatan Akta Hibah tetap dikenakan pajak masing-masing yaitu PPh dan BPHTB. Namun, ada pengecualian dalam hal hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat tidak dikenakan pajak PPh. Selain itu, untuk pajak BPHTB terdapat juga pengurangan pembayaran BPHTB yang apabila atas permohonan wajib pajak, dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah. Atas pengurangan tersebut sebesar 50% dari yang seharusnya dibayar. Setelah pembayaran pajak dan atas pembayaran pajak tersebut telah di validasi oleh kantor pajak, maka blanko Akta Hibah dapat segera diisi oleh PPAT dan ditandatangani oleh para pihak yaitu yang memberi hibah dan yang menerima hibah, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan PPAT.
Akta Hibah dibuat oleh PPAT manakala terjadi perbuatan hukum dimana
Pihak Pertama memberikan suatu hak atas tanah kepada Pihak Kedua secara
cuma-cuma. yang dimaksud cuma-cuma disini berarti tanpa adanya pembayaran,
sehingga dalam Akta Hibah tidak terdapat pencantuman harga seperti pada akta
jual beli. Pada praktik sehari-hari seringnya ditemui bahwa akta hibah paling
banyak dibuat atas permintaan orang tua yang ingin menghibahkan hak atas tanah
kepada anak atau cucunya, hibah kepada seseorang yang tidak mempunyai hubungan
darah sama sekali jarang ditemui dalam praktik. Namun, dalam hibah biasanya
juga terdapat risiko, guna menghindari risiko tersebut atau setidaknya untuk
mengecilkan kemungkinan tuntutan hokum dikemudian hari maka, biasanya dlam
praktik pembuatan Akta PPAT sebaiknya meminta tambahan persyaratan yaitu
pernyataan dari calon ahli waris pemberi hibah yang menyatakan bahwa mereka
mengetahui serta menyetujui hibah tersebut sehingga berjanji tidak akan
menuntut apapun dikemudian hari. Jenis hak atas tanah yang dapat dibuatkan Akta
Hibah oleh PPAT sama seperti pada Akta Jual Beli.
Akta Hibah juga termasuk dalam jenis Partij Acte (Partai Akta), dimana PPAT hanya menuangkan apa yang dijelaskan dan diakui oleh para pihak ke dalam akta yang dibuatkannya. PPAT harus tetap melakukan penghati-hatian dalam pembuatan Akta nya, misalnya PPAT harus minta ditunjukkan bukti kepemilikan nya, misalnya sertipikat aslinya. Selain itu, PPAT juga harus meminta bukti tertulis berupa surat persetujuan yang menyebutkan bahwa pemberi hibah menerangkan bahwa calon ahli warisnya telah menyetujui hibah tersebut. Para pihak dalam pembuatan Akta Hibah tetap dikenakan pajak masing-masing yaitu PPh dan BPHTB. Namun, ada pengecualian dalam hal hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat tidak dikenakan pajak PPh. Selain itu, untuk pajak BPHTB terdapat juga pengurangan pembayaran BPHTB yang apabila atas permohonan wajib pajak, dapat diberikan pengurangan BPHTB dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah. Atas pengurangan tersebut sebesar 50% dari yang seharusnya dibayar. Setelah pembayaran pajak dan atas pembayaran pajak tersebut telah di validasi oleh kantor pajak, maka blanko Akta Hibah dapat segera diisi oleh PPAT dan ditandatangani oleh para pihak yaitu yang memberi hibah dan yang menerima hibah, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan PPAT.
AKTA-AKTA PPAT
1. AKTA JUAL BELI
Akta jual beli dibuat oleh PPAT manakala terjadi kesepakatan perjanjian jual beli terhadap sebidang hak milik atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun antara Pihak Penjual dengan Pihak Pembeli.
Dalam perjanjian jual beli adanya pertukaran hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Akibat hukum yang terjadi dengan ditandatanganinya Akta Jual Beli adalah bahwa sejak saat itulah hak atas tanah menjadi milik pembeli dan uang yang dibayarkan oleh pembeli menjadi milik penjual. Pertukaran kepemilikan antara penjual dan pembeli tersebut terjadi bersamaan pada saat ditandatanganinya Akta Jual Beli.
Pada blanko Akta Jual Beli mengharuskan harga jual beli sudah dibayar lunas pada saat ditandatanganinya Akta tersebut. Maka, dapat disimpulkan bahwa peralihan hak atas tanah bukan terjadi pada saat sertipikat hak atas tanah sudah berganti nama menjadi nama pembeli, melainkan pada saat ditanda tanganinya Akta Jual Beli. Atas hal tersebut maka, tentunya pembeli sudah boleh menikmati sepenuhnya apa yang dibelinya sebagai miliknya sendiri. Obyek dalam Akta Jual Beli dapat berupa sebidang tanah kosong namun dapat juga berikut dengan bangunan yang berdiri diatasnya.
Adapun jenis Hak atas tanah yang dapat dibuatkan Akta Jual Beli oleh PPAT, yaitu :
- Hak Milik
- Hak Guna Bangunan
- Hak Pakai
- Hak Guna Usaha
Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT ini termasuk dalam jenis Partij Acte (Partai Akta) yang mana akta tersebut dibuat oleh para pihak dihadapan PPAT, bukan PPAT yang membuat berdasarkan kewenangan yang ada padanya, oleh karenanya PPAT hanya menuangkan apa yang dijelaskan dan diakui oleh para pihak ke dalam akta yang dibuatkannya. Atas kebenaran yang disampaikan oleh para pihak adalah tanggung jawab para pihak itu sendiri bukan tanggung jawab PPAT. Namun, hendaknya PPAT dapat bersikap hati-hati
dalam pembuatan akta, termasuk pula dalam menerima keterangan-keterangan yang diberikan oleh para
pihak.
Sebelum Akta dibuat, PPAT meminta penjual dan
pembeli mengumpulkan dahulu syarat-syarat yang diperlukan, antara lain :
1.
KTP suami
dan istri baik penjual maupun pembeli
2.
Akta Nikah
bagi yang telah menikah
3.
Kartu
Keluarga penjual dan pembeli
4.
PBB dan
bukti bayarnya
5.
Sertipikat
asli (untuk pengecekan)
6.
NPWP
penjual dan pembeli (untuk jual beli yang nilainya Rp. 60.000.000,- keatas)
7.
Syarat-syarat
lain yang diperlukan, misalnya surat kuasa menjual (bila dikuasakan).
Selain persyaratan tersebut, adapun beberapa
warkah pendukung dalam pembuatan Akta Jual Beli, antara lain:
1.
Surat Pernyataan
calon penerima hak atas tanah, bahwa tanah yang dijual oleh penjual tersebut
tidak melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan
perundangan.
2.
Surat
permohonan peralihan hak atas tanah yang ditujukan kepada kepala Kantor
Pertanahan setempat bahwa tanah yang dimohon tidak dalam sengketa.
Setelah persyaratan tersebut dilengkapi,
PPAT melakukan pengecekan terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan setempat
guna mengetahui apakah hak atas tanah yang akan dialihkan tersebut bermasalah
atau tidak disertai Surat Permohonan pengajuan informasi pertanahan (pengecekan
sertipikat) yang dibuat oleh PPAT yang ditujukan kepada Kepala Kantor
Pertanahan setempat., yang mana apabila tidak bermasalah
maka Kantor Pertanahan akan memberikan cap/stempel yang menyatakan bahwa
data-data yang ada pada sertipikat tersebut sesuai dengan catatan yang ada pada
buku tanah yang ada dikantor Pertanahan.
Setelah itu, PPAT meminta baik kepada penjual maupun pembeli untuk
membayar pajak (PPh dan BPHTB).
setelah pembayaran pajak dan telah mendapat validasi atas pembayaran
pajak terebut dari kantor pajak setempat, barulah PPAT melaksanakan
penandatanganan Akta yang harus dihadiri oleh pihak penjual, pihak pembeli, 2
(dua) orang saksi, dan PPAT.
Setelah penandatanganan akta maka dalam kurun waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, PPAT wajib mendaftarkan akta jual beli
tersebut ke kantor Pertanahan, setelah itu PPAT memberitahukan secara tertulis
kepada pihak pembeli dan pihak penjual bahwa akta jual beli yang mereka buat
telah dilaporkan dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan guna proses balik nama ke
atas nama Pembeli, Untuk proses balik nama diajukan melalui Surat Pengantar yang
dibuat oleh PPAT yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Langganan:
Postingan (Atom)