PEMBUBUHAN MATERAI TEMPEL PADA AKTA
PPAT
Setiap PPAT memiliki karakter nya masing-masing tidak terkecuali pada setiap akta yang dibuatnya, selama hal tersebut tidak menyimpang dari ketentuan undang-undang yang berlaku tentunya tidak menjadi suatu permasalahan yang serius. dalam hal ini, dimana pada setiap akta-akta yang
dibuat oleh PPAT tidak ada ketentuan mengenai letak dimana materai tempel tersebut dapat diterakan pada akta PPAT. terkadang hal ini menjadi tanda tanya pada beberapa instansi yang terkait dengan PPAT yang antara lain seperti pihak BPN, Bank, maupun instansi terkait lainnya yang biasanya berhubungan dengan PPAT tersebut. yang biasanya menjadi tanda tanya adalah dimana letak yang seharusnya materai tersebut diterakan pada akta PPAT. karenanya beberapa kantor PPAT biasanya membubuhkan materai pada
bagian antara kolom tandatangan pihak pertama dan pihak kedua. namun, hal ini dapat menjadi sorotan apabila PPAT menempelkan materai tempel tersebut pada kolom tanda tangan nya selaku PPAT yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut saya mencoba untuk mengupas sedikit jawaban atas letak pembubuhan materai tempel dalam akta-akta PPAT yang sesuai menurut aturan
Undang-Undang Bea Materai
Mengenai Dasar hukum tentang materai diatur dalam Undang-Undang No.13
Tahun 1985 tentang Bea Materai. Disebutkan bahwa benda materai adalah materai
tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan
dikeluarkannya benda materai adalah untuk menghimpun dana masyarakat.
Selanjutnya pada Pasal
2 ayat (1) disebutkan tentang dokumen-dokumen yang dikenakan bea materai
beserta tarif yang dikenakan. Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang
semakin maju dan kompleks, pemerintah kemudian merasa perlu untuk mengatur
lebih jauh mengenai tarif bea materai ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 3 UU No. 13 Th. 1985 yang menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah
dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Materai dan besarnya batas pengenaan harga
nominal yang dikenakan Bea Materai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan
setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2.
Berdasarkan hal
tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang
Perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang
Dikenakan Bea Materai. Dalam Pasal 1 PP tersebut dinyatakan bahwa dokumen yang
dikenakan Bea Materai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea
Materai adalah dokumen yang berbentuk :
a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan
tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan
atau keadaan yang bersifat perdata;
b) Akta-akta Notaris
termasuk salinannya;
c) Akta-akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
d) Surat yang memuat
jumlah uang, yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang, menyatakan pembukuan
uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank, berisi pemberitahuan saldo
rekening di Bank atau berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Tarif materai untuk
Perjanjian, Akta Notaris atau Akta PPAT menurut Pasal 2 PP dikenakan bea
materai sebesar Rp 6.000,00.
Berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas, ditinjau
dari aspek hukum perjanjian materai bukan merupakan syarat untuk menyatakan sah
atau tidaknya suatu perjanjian. Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian
secara jelas dan terang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya
kesepakatan para pihak; mampu secara hukum; hal tertentu dan adaya causa yang
halal. Pengenaan materai sekali lagi merupakan bentuk pungutan pajak negara atas pembuatan dokumen atau perjanjian.
Keberadaan materai dalam perjanjian memiliki fungsi sebagai alat bukti di
Pengadilan, sehingga jika suatu saat terdapat sengketa diantara para pihak,
perjanjian tersebut dapat diajukan ke hadapan hakim. Ketentuan mengenai tata
cara pembubuhan materai diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea materai. Pada dasarnya pelunasan
bea materai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan
kertas meterai.
Pelunasan dengan
benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak
sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat
pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut (pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :
- Meterai tempel harus
direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan bea meterai.
- Meterai tempel direkatkan
di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
- Pembubuhan tanda tangan
disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan
tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di
atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
- Jika digunakan lebih dari
satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua
meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
Berdasarkan
penjelasan tersebut maka, jelaslah bahwa pembubuhan materai pada akta PPAT
tidak serta merta harus diletakkan atau dibubuhkan pada kolom tanda tangan
antara pihak pertama dan pihak kedua. Namun, dalam undang-undang bea materai
tidak menyebutkan dimana tempat yang seharusnya untuk membubuhkan materai
tersebut. Dalam Pasal 7 undang-undang bea materai hanya menyebutkan bahwa
pembubuhan materai harus disertai dengan pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga
sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. Dengan demikian, tidaklah menjadi suatu
masalah yang serius letak pembubuhan materai dalam akta PPAT apabila materai tersebut
dibubuhkan pada kolom tandatangan PPAT yang bersangkutan tersebut dan tentunya hal ini tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mengatur hal tersebut.
dimana letak perbedaan antara surat yang diperlukan pembubuhan materai dan tidak min?
BalasHapus