Senin, 24 Desember 2012

pembubuhan materai tempel pada akta PPAT



PEMBUBUHAN MATERAI TEMPEL PADA AKTA PPAT

     Setiap PPAT memiliki karakter nya masing-masing tidak terkecuali pada setiap akta yang dibuatnya, selama hal tersebut tidak menyimpang dari ketentuan undang-undang yang berlaku tentunya tidak menjadi suatu permasalahan yang serius. dalam hal ini, dimana pada setiap akta-akta yang dibuat oleh PPAT tidak ada ketentuan mengenai letak dimana materai tempel tersebut dapat diterakan pada akta PPAT. terkadang hal ini menjadi tanda tanya pada beberapa instansi yang terkait dengan PPAT yang antara lain seperti pihak BPN, Bank, maupun instansi terkait lainnya yang biasanya berhubungan dengan PPAT tersebut. yang biasanya menjadi tanda tanya adalah dimana letak yang seharusnya materai tersebut diterakan pada akta PPAT. karenanya  beberapa kantor PPAT biasanya membubuhkan materai pada bagian antara kolom tandatangan pihak pertama dan pihak kedua. namun, hal ini dapat menjadi sorotan apabila PPAT menempelkan materai tempel tersebut pada kolom tanda tangan nya selaku PPAT yang bersangkutan. 
     Berdasarkan hal tersebut saya mencoba untuk mengupas sedikit jawaban atas  letak pembubuhan materai tempel dalam akta-akta PPAT yang sesuai menurut aturan Undang-Undang Bea Materai
     Mengenai Dasar hukum tentang materai diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. Disebutkan bahwa benda materai adalah materai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dikeluarkannya benda materai adalah untuk menghimpun dana masyarakat.
Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan tentang dokumen-dokumen yang dikenakan bea materai beserta tarif yang dikenakan. Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin maju dan kompleks, pemerintah kemudian merasa perlu untuk mengatur lebih jauh mengenai tarif bea materai ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Th. 1985 yang menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Materai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Berdasarkan hal tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai. Dalam Pasal 1 PP tersebut dinyatakan bahwa dokumen yang dikenakan Bea Materai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai adalah dokumen yang berbentuk :
a) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b) Akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
d) Surat yang memuat jumlah uang, yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang, menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank, berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank atau berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
Tarif materai untuk Perjanjian, Akta Notaris atau Akta PPAT menurut Pasal 2 PP dikenakan bea materai sebesar Rp 6.000,00.
Berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas, ditinjau dari aspek hukum perjanjian materai bukan merupakan syarat untuk menyatakan sah atau tidaknya suatu perjanjian. Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian secara jelas dan terang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan para pihak; mampu secara hukum; hal tertentu dan adaya causa yang halal. Pengenaan materai sekali lagi merupakan bentuk pungutan pajak negara atas pembuatan dokumen atau perjanjian. Keberadaan materai dalam perjanjian memiliki fungsi sebagai alat bukti di Pengadilan, sehingga jika suatu saat terdapat sengketa diantara para pihak, perjanjian tersebut dapat diajukan ke hadapan hakim. Ketentuan mengenai tata cara pembubuhan materai diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan bea materai. Pada dasarnya pelunasan bea materai dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.

Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut (pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :

  1. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.
  1. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
  1. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
  1. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka, jelaslah bahwa pembubuhan materai pada akta PPAT tidak serta merta harus diletakkan atau dibubuhkan pada kolom tanda tangan antara pihak pertama dan pihak kedua. Namun, dalam undang-undang bea materai tidak menyebutkan dimana tempat yang seharusnya untuk membubuhkan materai tersebut. Dalam Pasal 7 undang-undang bea materai hanya menyebutkan bahwa pembubuhan materai harus disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.  Dengan demikian, tidaklah menjadi suatu masalah yang serius letak pembubuhan materai dalam akta PPAT apabila materai tersebut dibubuhkan pada kolom tandatangan PPAT yang bersangkutan tersebut dan tentunya hal ini tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mengatur hal tersebut.    

1 komentar:

  1. dimana letak perbedaan antara surat yang diperlukan pembubuhan materai dan tidak min?

    BalasHapus