KONSEP
TENTANG HUKUM
Berdasarkan
dasar psikologis hukum, hukum mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan
bersama. Sebagai konsekuensinya maka tata hokum bertitik tolak pada
penghormatan dan perlindungan manusia.[1] Dalam
penghormatan dan perlindungan manusia tersebut tidak lain merupakan pencerminan
dari keputusan nya sendiri. Manusia merupakan zoon politikon dikatakan demikian
karena selaku makhluk sosial manusia tidak dapat hidup seorang diri lepas dari
masyarakat. Disamping itu, dalam diri manusia terdapat 3 (tiga) hasrat atau
nafsu, yaitu hasrat yang individualistis (egoistis atau otomistis), hasrat yang
kolektivistis (transpersonal atau organis) dan hasrat yang bersifat mengatur
atau menjaga keseimbangan.[2]
Dasar psikologis dari hukum pada masyarakat pancasila bersifat mengatur atau
menjaga dimana masyarakat menginginkan keseimbangan : tidak lebih mementingkan
individu daripada masyarakat dan tidak pula lebih mementingkan masyarakat
daripada individu.
Timbulnya
hukum sekurang-kurangnya harus adanya kontak antara dua orang. Tentunya dalam
kontak tersebut ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat sengketa
atau perselisihan. Pada hakekat nya hukum itu baru ada apabila terjadi
pelanggaran kaedah hukum, konflik, kebatilan, atau “tidak hukum” (unlaw, onrecht)[3]
Teori hukum yang berpengaruh kuat
terhadap konsep-konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia adalah
teori hokum positivisme. Pengaruh teori ini dapat dilihat dari dominannya
konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis hukum yang berlaku di Indonesia
bahkan telah merambat ke sistem hukum internasional dan tradisional.[4]
Positivisme
hukum berpandangan bahwa hukum itu harus dapat dilihat dalam ketentuan
undang-undang, karena hanya dengan itulah ketentuan hukum itu dapat
diverifikasi. Lebih lanjut, pandangan dan pendapat dari mazhab positivisme ini dapat
ditelusuri dari pendapat dan pandangan dari para penganut terpenting dari
mazhab ini antara lain John Austin, seorang ahli hukum yang berkebangsaan
inggris yang mewakili pandangan positivis dari kelompok penganut sistem common law dan Hans Kelsen, seorang
ahli hukum yang berkebangsaan Jerman yang mewakili pandangan positivis dari
kelompok penganut sistem eropa kontinental. Menurut pandangan Austin, hukum dipisahkan
secara tegas dari keadilan dan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang baik atau
buruk. Ada empat unsur hukum yaitu adanya perintah, larangan, sanksi, kewajiban
dan kedaulatan. Dalam hal ini ketentuan yang tidak memenuhi keempat unsur
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai positive
law.[5]
Untuk memahami hukum Indonesia harus
dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataannya tentang
pengertian apa yang dipahami sebagai hukum serta apa yang diyakini sebagai
sumber kekuatan berlakunya hukum. Intinya apa yang dipahami sebagai hukum dan
sumber kekuatan berlaku hukum sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme dalam
ilmu hukum yang memandang hokum itu terbatas pada apa yang tertuang dalam
peraturan perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
-)
KEBUTUHAN AKAN HUKUM
Hukum ditujukan kepada manusia
sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan
dengan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Dengan demikian,
apa yang menurut masyarakat demi ketertiban atau kesempurnaan masyarakat baik,
itulah yang baik. Intinya bahwa ukuran baik atau buruknya dalam hal ini tidak
mungkin bersifat universal, karena hukum itu terikat pada daerah atau wilayah
tertentu. Masyarakat membutuhkan hukum agar dapat terciptanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban serta diharapkan hukum dapat menciptakan ketertiban
didalam kehidupan bermasyarakat.
-)
MORAL, NILAI, DAN HUKUM
Moral dalam perwujudannya dapat
berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia.
Moral merupakan nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh,
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku
dimasyarakat tersebut dan dapat diterima, serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu pula
sebaliknya.
Nilai merupakan suatu keyakinan
mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya. Pemahaman mengenai nilai
tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk.[6]
Hukum
dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaedah, tata hukum, petugas
(hukum), keputusan penguasa, proses pemerintahan, perilaku yang ajeg atau sikap
tindak yang teratur dan juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai.[7] Hukum
pada umumnya merupakan kumpulan peraturan-peraturan dimana hukum sebagai
kumpulan peraturan mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif. Bersifat umum
karena berlaku bagi setiap orang dan bersifat normatif karena menentukan apa
yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, atau harus dilakukan
serta menentukan bagaimana cara dalam melaksanakan kepatuhan pada
kaedah-kaedah.
-)
FUNGSI HUKUM
Hukum
berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia.[8] hukum
harus dilaksanakan dan ditegakkan agar kepentingan manusia dapat terlindungi.
Dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu
: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan
keadilan (gerechtigkeit).[9]
-)
TUJUAN HUKUM (INDONESIA)
Adapun dalam literatur dikenal beberapa teori
tentang tujuan hukum, yaitu :
1. Teori
Etis
Menurut
teori etis hukum semata-mata bertujuan keadilan. Dengan kata lain hukum menurut
teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan.
2. Teori
Utilitis
Menurut
teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam
jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada
hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan
kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham.
3. Teori
Campuran
Menurut
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja fungsi dan tujuan hukum itu sebenarnya telah
terkandung dalam batasan pengertian atau definisinya, kalau dikatakan bahwa hukum
itu adalah perangkat kaidah-kaidah dan azas-azas yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, dapat disimpulkan bahwa salah satu fungsi terpenting
dari hukum adalah tercapainya keteraturan dalam kehidupan masyarakat.
Keteraturan ini yang menyebabkan orang dapat hidup dengan berkepastian. Artinya
orang dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat
karena ia dapat mengadakan perhitungan tentang apa yang akan terjadi atau apa
yang bisa diharapkan, keteraturan yang intinya kepastian ini, apabila
dihubungkan dengan kepentingan penjagaan keamanan diri maupun harta milik dapat
juga dinamakan ketertiban. Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari
segala hukum, kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok
(fundamentas) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai
tujuan utama hukum yang merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala
masyarakat manusia dalam segala bentuknya.[10]
Tujuan hukum menurut hukum positif kita tercantum
dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar, jadi intinya tujuan hukum
positif kita adalah untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Scribd.com
Prof.
Dr. Sudikno Mertokusumo, Mengenal hukum
suatu pengantar, Liberty., Yogyakarta
[1]
Sudikno Mertokusumo, Mengenal hukum suatu
pengantar, Yogyakarta, Liberty, 2005, hlm. 28.
[2] Ibid.,hlm. 29
[3] Ibid.,hlm. 30
[4]
Scribd.com., diakses pada 24 sept 2011
[5]
Ibid.,
[6]
Scribd.com., diakses pada 25 sept 2011
[7] Ibid.,
[8]
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., hlm. 160
[9] Ibid.,
[10]
Scribd.com, diakses pada 24 sept 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar