POLITIK HUKUM DALAM PROFESI
JABATAN NOTARIS
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang
diterangkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan
harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur
suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang
telah disepakati.
Negara hukum merupakan suatu negara yang dalam
wilayahnya terdapat alat-alat perlengkapan negara, khususnya alat-alat
perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya terhadap para warga negara dan
dalam hubungannya tidak boleh bertindak sewenang-wenang, melainkan harus
memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang dalam
hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang
berlaku. (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 47)
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka hukum
merupakan himpunan peraturan yang mengatur tatanan kehidupan, baik berbangsa
maupun bernegara, yang dihasilkan melalui kesepakatan dari wakil-wakil rakyat
yang ada di lembaga legislatif. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara
demokratis melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat
dilepaskan dari kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu negara yang menganut sistem demokrasi, maka
segala sesuatunya harus dirumuskan secara demokrasi, yaitu dengan melihat
kehendak dan aspirasi dari masyarakat luas sehingga produk yang dihasilkan itu
sesuai dengan kengininan hati nurani rakyat. Tetapi apabila sebaliknya maka
terlihat bahwa produk hukum yang dikeluarkan tersebut dapat membuat masyarakat
menjadi resah dan cenderung tidak mematuhi ketentuan hukum itu.
Pelaksanaan roda kenegaraan tidak dapat dilepaskan
dari bingkai kekuasaan, karena dalam negara terdapat pusat-pusat kekuasaan yang
senantiasa memainkan peranannya sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah
ditentukan. namun dalam pelaksanaannya sering mengalami benturan satu sama lain, karena kekuasaan
yang dijalankan tersebut berhubungan erat dengan kekuasaan politik yang sedang
bermain. Maka dalam hal ini negara, kekuasaan, hukum, dan politik merupakan
satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, karena semua komponen tersebut
senantiasa bermain dalam pelaksanaan roda kenegaraan dan pemerintahan.
Komponen-komponen tersebut hanya akan berjalan
dengan semestinya apabila ada pelaksana yang mengerti tentang bagaimana cara
kerja dari komponen tersebut. Diantara banyak pelaksana negara, kekuasaan, hukum
dan politik ini terdapat mereka yang disebut sebagai pejabat negara, baik
secara umum maupun secara khusus.
Diantara para pejabat umum yang memangku tugas dari negara,
terdapat pejabat yang disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah pejabat
umum yang khusus ditunjuk oleh negara untuk menangani masalah-masalah pembuatan
akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
akta nya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semua sepanjang
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh politik dan hukum itu sendiri. Pengaruh politik dapat terlihat dari
dibuatnya suatu produk politik yang berupa undang-undang khusus yang mengatur
mengenai jabatan notaris yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris. Dan status Indonesia yang merupakan negara hukum tentunya juga akan
mempengaruhi setiap tindakan dan perbuatan para notaris karena mereka harus
berpedoman pada hukum-hukum yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka, pada
makalah ini penulis memilih judul mengenai POLITIK
HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS.
B.
Rumusan
Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas maka, kami akan mencoba membahas permasalahan
mengenai bagaimanakah kaitannya politik hukum dalam profesi jabatan notaris.
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN
A. POLITIK HUKUM
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah
kegiatan dalam suatu usaha politik atau negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan hukum
adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi
perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai
keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang
melatar belakangi proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu,
sekaligus juga akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan
yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-ketentuan
produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga
tersebut dalam tatanan praktis dan operasional.
Definisi atau pengertian politik hukum juga
bervariasi. Namun dengan meyakini adanya persamaan substantif antarberbagai
pengertian yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia. Dari pengertian
tersebut terlihat politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum
yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan
ditegakkan. (Moh. Mahfud MD, 2009: 17).
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan
tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat
permanen atau jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat
permanen misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan,
keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, penggantian hukum-hukum
peninggalan kolonial dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam
oleh negara, kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat
bahwa beberapa prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus
berlaku sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum
yang dibuat sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap
periode tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut,
misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum tertentu.
B. POLITIK HUKUM KENOTARIATAN
Politik
Hukum (Kenotariatan) materiel:
A.
Tujuan:
Guna
menjamin kepastian hukum tentang kedudukan, tugas, wewenang, hak dan kewajiban,
formasi, serta produk dari Notaris.
B.
Ide/Cita-cita Hukum Kenotariatan:
Ide/Cita-cita
Hukum kenotariatan harus sejalan dg cita-cita hukum, yaitu:
1.
Mewujudkan integritas bangsa,
2.
Mewujudkan keadilan sosial,
3.
Mewujudkan kedaulatan rakyat,
4.
Mewujudkan toleransi,
5.
Terciptanya alat bukti (dlm hal ini akta otentik) yang
kuat dalam lalu lintas hukum,
6.
Terciptanya kepastian hukum, ketertiban masyarakat,
dan terpenuhi perlindungan hukum,
7.
Terciptanya kepastian hak dan kewajiban para pihak.
C.
Arah kebijakan yang ditempuh dalam politik hukum
kenotariatan, yaitu :
1.
mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan,
yaitu mengadakan pembaharuan dan pengaturan kembali tentang jabatan notaris,
2.
menggantikan peraturan perundangan produk kolonial dengan
produk hukum nasional berupa Undang-Undang Jabatan Notaris
3.
mengatur secara rinci tentang kedudukan notaris
sebagai pejabat umum,
4.
mengatur secara rinci tentang bentuk, sifat, dan macam
akta notaris.
Politik
Hukum (Kenotariatan) Formil :
Cara atau
proses pemerintah menentukan kebijakan yg dipilih dalam menetapkan hukum yg
berlaku.
Sejalan dengan pengertian politik hukum dari
Bellefroid, dalam hal ini, proses perubahan ius constitutum (hukum yg
berlaku) menjadi ius constituendum (hukum yang akan ditetapkan) untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
C. JABATAN NOTARIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI
Artinya,
bahwa pekerjaan atau tugas-tugas jabatan notaris hanya dapat dilaksanakan atas
dasar keahlian yang telah dimiliki. Dengan demikian keahlian dalam bidang ilmu
kenotariatan menjadi syarat mutlak untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan sebagai pejabat umum yang menghasilkan akta sebagai alat bukti
otentik.
Undang-Undang
Jabatan Notaris telah mensyaratkan pendidikan magister kenotariatan adalah
syarat mutlak untuk dapat diangkat menjadi notaris yang tugas dan fungsinya
adalah sebagai pejabat umum di bidang keperdataan.
Perbuatan-perbuatan
hukum perdata yang menghendaki atau memerlukan alat bukti otentik berupa akta
otentik memerlukan jasa dari seorang notaris. Sekali pun notaris melaksanakan
tugasnya untuk memenuhi kebutuhan klien, namun demikian seorang notaris itu
harus memenuhi sifat hakiki dari keberadaan (eksistensi) profesi/jabatannya
atas dasar pengangkatan oleh negara/pemerintah.
Hasil
pekerjaannya adalah berupa alat bukti. Alat bukti tersebut agar memiliki
keabsahan haruslah sesuai dengan (memenuhi) ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Selain itu dalam pelaksanaannya profesi jabatan notaris juga memerlukan
kaedah-kaedah etika profesi sesuai dengan yang telah ditentukan dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris.
Notaris
sebagai manusia yang bebas dan menjadi elemen penting dalam pembangunan bangsa
kiranya harus lekat dengan sifat-sifat humanisme mengingat peranannya yang
signifikan dalam lalu lintas kemasyarakatan. Posisi notaris yang urgen dalam
kehidupan kemanusiaan menjadikan proses seseorang menuju notaris yang ahli
menjadi penting. (Abdul Ghofur Anshori, 2009: 5).
Disamping itu, dalam pelaksanaan profesi jabatan
notaris memerlukan kaedah-kaedah etika profesi, dimana dapat dikatakan dalam
hal ini pengertian etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk.
Asal kata
etika adalah dari bahasa Yunani, yaitu ethos
(bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti adat istiadat. Arti
kata yang terakhir inilah yang menjadi latar belakangi terbentuknya istilah
etika.
Oleh Aristoteles digunakan untuk menunjukkan
filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral,
perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.
Etika tidak
sama dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu lain pada umumnya terkait dengan hal-hal
konkrit, tetapi etika melampaui hal-hal konkrit. Etika berkaitan dengan boleh,
harus, tidak boleh, baik, buruk, dan segi normatif, segi evaluatif.
Telah jelas disebutkan unsur-unsur etika
dari seorang notaris terdapat di dalam pasal 17 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris.
D. KAITAN POLITIK HUKUM DALAM PROFESI JABATAN NOTARIS
Notaris sebagai pejabat umum memiliki peranan sentral dalam menegakkan hukum
di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris
dikenal masuk kelompok elit di Indonesia. Notaris sebagai kelompok elit berarti
notaris merupakan suatu komunitas ilmiah yang secara sosiologis, ekonomis,
poolitis serta psikologis berada dalam stratifikasi yang relatif lebih tinggi
diantara masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan akan jasa notaris dalam masyarakat modern tidak mungkin
dihindarkan. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah dan
pemerintah sebagai organ Negara mengangkat notaris bukan semata untuk
kepentingan notaris itu sendiri, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat
luas.
Jasa yang diberikan oleh notaris terkait dengan persoalan trust kepercayaan antara para pihak,
artinya negara memberikan kepercayaan besar terhadap notaris dan dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemberian kepercayaan kepada notaris berarti
notaris tersebut maua tidak mau telah dapat dikatakan memikul pula tanggung
jawab atasnya.
Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang profesional
mampu menahan godaan atas kepercayaan yang diemban kepada mereka padahal godaan
untuk menyelewengkan kepercayaan begitu besar. Landasan yang berbentuk
moralitas menjadi mutlak untuk dibangun dan notaris sebagai kelompok papan
atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat luas dalam membangun moralitas.
(Abdul Ghofur Anshori, 2009: 1)
Keberadaan suatu negara hukum mengharuskan adanya pejabat yang dapat
membantu mengatur perhubungan hukum antar warga negara. Di sinilah peran
seorang notaris dibutuhkan. Dalam hal ini bukan hanya membutuhkan polisi,
jaksa, atau hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum, namun dalam suatu negara
hukum, setiap perbuatan warga negaranya berkonsekuensi hukum. Sehingga untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan
perhubungan-perhubungan hukum itu,, maka notaris telah ditunjuk dan diangkat
oleh negara untuk menangani masalah-masalah perhubungan hukum antar warga
masyarakat itu, dalam hal ini negara memberikan sebagian kewenangannya kepada
notaris.
Seperti telah diketahui bahwa salah satu tujuan politik hukum Indonesia
adalah penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan
anggotanya. Dan salah satu pelaksana hukum itu sendiri adalah notaris. Dengan
adanya penegasan pada keberadaan notaris sebagai salah satu pelaksana hukum,
berarti notaris telah mendapat hak yang legal untuk menangani perhubungan hukum
antar masyarakat. Selain itu, akta yang dibuat oleh notaris merupakan suatu
produk hukum yang diakui kebenarannya, yaitu suatu produk yang lahir oleh
kebijakan politik hukum.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan yang telah diuraikan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis
berikan bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari
sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya.
Pentingnya
peranan politik hukum dapat menentukan keberpihakan suatu produk hukum dan
kebijakan. Produk hukum tersebut dikeluarkan secara demokratis
melalui lembaga yang terhormat, namun muatannya tidak dapat dilepaskan dari
kekuatan politik yang ada di dalamnya.
Suatu
negara yang menganut sistem demokrasi, maka segala sesuatunya harus dirumuskan
secara demokrasi, yaitu dengan melihat kehendak dan aspirasi dari masyarakat
luas sehingga produk yang dihasilkan itu sesuai dengan kengininan hati nurani
rakyat.
Politik
hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan
sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. Disamping itu, politik
hukum dalam suatu negara hukum tidak luput dari peranan berbagai penegak hukum
dimana salah satu penegak hukum dalam hal ini adalah notaris. Yang mana
keberadaan notaris tersebut dibutuhkan di dalam suatu negara hukum agar dapat
mengatur perhubungan hukum antar masyarakat di dalamnya. Selain itu, notaris
merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum yang netral dan
berimbang sehingga melindungi kepentingan hukum masyarakat. Notaris juga
diharapkan dapat memberikan penyuluhan hukum, khususnya dalam pembuatan akta,
sehingga masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum,
sehubungan dengan semakin meningkatnya proses pembangunan sehingga meningkat
pula kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Kebutuhan
hokum dalam masyarakat dapat dilihat dengan semakin banyaknya bentuk perjanjian
yang dituangkan dalam suatu akta notaris, dimana notaris merupakan salah satu
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Dengan demikian,
kaitannya dalam hal ini notaris yang merupakan pejabat berwenang dalam suatu
produk yang dihasilkan dari notaris itu sendiri merupakan suatu produk hukum
yang lahir dari kebijakan politik hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori,
Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan
Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press.
Adjie,
Habib, 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
MD, Moh.
Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
THANKS CITRA , SAYA MAHASISWA BARU MKN, SEMOGA TULISAN MU SLALU MEBERIKAN MANFAAT, TERIMAKASI :)
BalasHapuswkwkwkwk
HapusSemoga bermanfaat,,, saya jg mahasiswa baru mkn 😊
BalasHapussama dunk
BalasHapus