COVER
NOTE YANG DIJADIKAN SEBAGAI JAMINAN PENANGGUNGAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama
dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.
Dapat kita ketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan
pinjam meminjam uang sebagai alat sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung
perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.
Selanjutnya, dalam kegiatan pinjam meminjam yang terjadi
di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya
penyerahan jaminan oleh pihak peminjam kepada pihak yang memberi pinjaman.
Jaminan tersebut dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan
kebendaan dan atau berupa janji penanggungan hutang sehingga disebut jaminan
perorangan.
Selanjutnya dalam perkembangannya berkaitan mengenai cover note yang dikeluarkan oleh Notaris
secara sepintas lalu cover
note tidak berarti apa-apa dalam proses pembuatan sertifikat hak tanggungan
yang berakhir dengan pendaftaran di badan pertanahan. Namun karena cover note sering dijadikan bukti
jaminan / pegangan sementara bagi bank dalam mencairkan kredit, maka dalam
pembuatan sertifikat hak tanggungan cover
note menjadi bahagian dari proses terbentuknya dua peristiwa hukum
perjanjian yaitu perjanjian pinjaman kredit dan perjanjian agunan / jaminan hak tanggungan.
Cover
note sebagai surat keterangan atau sering diistilahkan sebagai
catatan penutup yang di buat oleh Notaris. Cover
note dikeluarkan oleh Notaris karena Notaris belum tuntas pekerjaannya
dalam kaitannya dengan tugas dan kewenangannya untuk menerbitkan akta otentik.
Dalam hal ini kaitannya dalam proses pemberian kredit yang diberikan oleh Bank
dengan masalah kelayakan objek jaminan yang akan dijadikan jaminan oleh
debitur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas maka, dalam makalah ini
penulis akan mencoba mengangkat permasalahan mengenai :
“Dapatkah cover note yang dikeluarkan oleh Notaris
dijadikan sebagai jaminan penanggungan atas wanprestasi yang dilakukan oleh
kliennya”
BAB
II
TINJAUAN
UMUM
A.
Pengertian
Jaminan Perorangan
Jaminan ini merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan
langsung pada perorangan tertentu, dan dapat dipertahankan terhadap debitur
seumumnya.[1]
Jaminan perorangan ini termasuk dalam jaminan yang lahir dari perjanjian yang
mana merupakan jaminan khusus. Secara
yuridis baru timbul karena adanya suatu perjanjian antara bank dengan pemilik
agunan atau barang jaminan, atau antara bank dengan orang pihak ketiga yang
menanggung utang debitur. Adapun jaminan perorangan terdiri atas:
1. Jaminan
Penanggungan (borgtocht)
Yakni suatu persetujuan dengan mana seseorang
pihak ketiga guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatannya si berutang apabila orang ini sendiri memenuhinya (Pasal 1820 KUH
Perdata). Tujuan dan isi perjanjian penanggungan ini adalah memberikan jaminan
untuk diipenuhinya perutangan dalam perjanjian pokok.[2]
2. Perjanjian
Garansi
Ketentuan mengenai perjanjian ini
terdapat dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Perjanjian garansi pada dasarnya sama
dengan perjanjian penanggungan, yaitu sama-sama adanya pihak ketiga yang
berkewajiban memenuhi prestasi. Adapun dalam perjanjian penanggungan adanya
kewajiban untuk memenuhi prestasi dari si penanggung apabila debitur
wanprestasi tercantum dalam perjanjian accesoir.
3. Perjanjian
Tanggung-Menanggung
Hal ini dapat diketemukan dalam Pasal 1280
KUH Perdata, dimana ditentukan bahwa akan terjadi suatu perikatan tanggung
menanggung dipihak orang-orang yang berutang manakala mereka semuanya
diwajibkan melakukan hal yang sama, sedemikian bahwa salah satu hal dapat
dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah satunya membebaskan
orang-orang berutang yang lainnya terhadap si berpiutang.
B. Arti Pentingnya Perjanjian
Penanggungan (Borgtocht guaranty)
1. Dalam hubungan hukum bagaimana
timbul perjanjian penanggungan
Pada
umumnya penanggungan itu dapat timbul untuk menjamin perutangan yang timbul
dari segala macam hubungan hukum. Lazimnya hubungan hukum yang bersifat
keperdataan, namun dimungkinkan juga bahwa penanggungan diberikan untuk
menjamin pemenuhan prestasi yang lahir dari hubungan hukum yang bersifat hukum
publik.[3]
Dimana dalam hal ini prestasi tersebut dapat dinilai dalam bentuk uang.
Karena
perkembangan kebutuhan akan kredit saat ini adalah demikian meningkatnya untuk
kepentingan perluasan industry, perlindungan bagi pihak ekonomi lemah dan
peningkatan perekonomian pada umumnya. Sehingga dasar pemberian penanggungan
atas dasar persahabatan demikian sekarang menjadi terdesak dan kurang
beralasan, mungkin hanya terjadi dalam hal ada hubungan keluarga antara
penanggung dan debitur. Dapat dilihat pada saat ini bahwa kebanyakan lembaga
jaminan banyak digunakan dalam praktek dengan alasan-alasan antara lain sebagai
berikut :
1.
Si penanggung mempunyai persamaan kepentingan
ekonomi di dalam usaha dari si peminjam (ada hubungan kepentingan antara
penjamin dan peminjam),
2.
Penanggung memegang peranan penting dan
banyak terjadi dalam bentuk Bank Garansi, dimana yang bertindak sebagai
penanggung atau borg adalah Bank,
3.
Penanggungan juga mempunyai peranan penting
karena dewasa ini lembaga-lembaga pemerintah lazim mensyaratkan adanya
penanggungan untuk kepentingan pengusaha-pengusaha kecil, misalnya untuk
pertanian.
2.
Sifat, isi, dan bentuk perjanjian penanggungan
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata yang dimaksud dengan penanggungan ialah suatu
perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berhutang,
mengikatkan diri untuk memenuhi perutangan si berhutang manakala si berhutang
itu wanprestasi.
Tujuan
dan isi dari penanggungan itu ialah memberikan jaminan untuk dipenuhinya
perutangan dalam perjanjian pokok. Oleh karena itulah perjanjian penanggungan
itu bersifat accesoir.[4]
Ditinjau dari
sifatnya jaminan penanggungan tergolong pada jaminan yang bersifat perorangan,
yaitu adanya orang pihak ketiga yang menjamin memenuhi perutangan manakala
debitur wanprestasi. Pada jaminan yang bersifat perorangan demikian pemenuhan
prestasi hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu, yaitu si debitur
atau penanggungnya.
Mengenai bentuknya perjanjian penanggungan menurut
ketentuan Undang-undang adalah bersifat bebas, tidak terikat oleh bentuk
tertentu dalam arti dapat secara lisan, tertulis, atau dituangkan dalam akta.
Namun demi kepentingan pembuktian, dalam praktek lazim terjadi bahwa bentuk
yang tertulis, baik tercantum dalam model-model tertentu dari Bank maupun akta
Notaris.
Mengenai sifatnya perjanjian penanggungan selain bersifat
accesoir, ditinjau dari sudut cara
pemenuhannya adalah bersifat subsidiair.
3. Jenis / macam Perjanjian Penanggungan
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa banyak
terjadi penjaminan yang berbentuk penanggungan, hal demikian disebabkan karena
alasan-alasan tertentu, selain itu penanggungan juga banyak timbul, memegang
peranan penting dalam bentuk Bank garansi, dimana yang bertindak sebagai
penanggung adalah Bank, baik Bank Pemerintah maupun Swasta.
Berdasarkan
kemungkinan alasan-alasan timbulnya penanggungan tersebut, maka dikenal
bentuk-bentuk atau jenis-jenis penanggungan yang bermacam-macam, dengan mengingat
untuk kepentingan apa kredit itu diberikan dan oleh siapa penanggungan itu
dilakukan.
Pada pokoknya
bentuk-bentuk penanggungan yang dikenal dalam praktek perbankan di Indonesia
ialah sebagai berikut :
1. Jaminan
Hutang / Jaminan kredit, (Kredit garansi)
Merupakan bentuk penanggungan di mana
seorang penanggung (perorangan) menanggung untuk memenuhi hutang debitur
sebesar sebagaimana tercantum dalam perutangan pokok.
2. Jaminan
Bank, ( Bank garansi)
Merupakan suatu jenis penanggungan,
dimana yang bertindak sebagai penanggung adalah Bank.
3. Jaminan
Pembangunan, (Bouw garansi)
Merupakan pihak yang memborongkan
bangunan mensyaratkan adanya pemborong peserta yang sanggup bertindak sebagai
penanggung, untuk menyelesaikan kewajiban pembangunan tersebut manakala si
pemborong utama tidak dapat memenuhi prestasinya, akibat pailit atau meninggal
dunia.
4. Jaminan
saldo (Saldo garansi)
Merupakan bentuk perjanjian penanggungan
dimana Bank menjamin saldo yang akan ditagih dari debitur oleh kreditur pada
waktu penutupan rekeningnya.
5. Jaminan
oleh lembaga pemerintah (staatsgaransi).
Merupakan penanggungan yang oleh
pemerintah sebagai penanggung untuk tujuan-tujuan tertentu yang maksudnya
memberi perlindungan bagi pengusaha kecil, atau member kemungkinan meningkatkan
proyek tertentu.[5]
C.
Pengertian Cover Note Notaris
Cover note
berasal dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata yang terpisah, yakni cover dan note, dimana cover
berarti “penutup” dan note berarti
“catatan”. Melihat dari arti kedua kata tersebut, maka cover note berarti “catatan penutup”. Dalam praktiknya cover note merupakan akta atau dokumen
yang sedang dalam proses pengurusan di kantor Notaris akan tetapi belum selesai
pengurusannya, sedangkan klien (pihak yang berkepentingan) membutuhkan akta
atau dokumen tersebut maka Notaris dapat mengeluarkan surat keterangan yang
menyatakan bahwa akta atau dokumen sedang dalam pengurusan di kantor Notaris
tersebut.[6]
Dengan demikian, cover
note merupakan surat keterangan yang dikeluarkan sebagai pegangan sementara
bagi pihak yang berkepentingan tersebut.
Selain itu, pada umumnya pada prosedur cover note Notaris tidak ada aturan baku
yang mengatur mengenai bentuk dan tata cara penulisannya, akan tetapi penulisan
dari cover note biasanya dilakukan di
atas kop surat Notaris, ditanda tangani dan di cap Notaris, sedangkan isinya
disesuaikan dengan proses apa yang sedang dalam pengurusan di kantor Notaris
tersebut.
BAB
III
PEMBAHASAN
Cover Note yang Dikeluarkan Oleh Notaris Dijadikan
Sebagai Jaminan Penanggungan Atas Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Kliennya
Pada
dasarnya cover note yang dikeluarkan
oleh Notaris bukan merupakan alat bukti agunan dari sebuah agunan kredit, akan
tetapi hanya merupakan surat keterangan yang menjadi pegangan sementara bagi
Bank hingga sampai diserahkannya seluruh akta dan jaminan yang telah
didaftarkan melalui jasa Notaris tersebut. Cover
note dipergunakan oleh pihak Bank sebagai penilaian dalam hal menerapkan
prinsip kehati-hatian dan kepercayaan dalam proses pemberian kredit terkait
dengan masalah kelayakan objek jaminan yang akan dijaminkan. Bank mustahil
memberikan kredit jika tidak melakukan penilaian terhadap objek jaminan yang
akan dijaminkan sebagai jaminan pelunasan kredit, meskipun pada dasarnya Bank
tetap memiliki semua hak-hak yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Hak
Tanggungan, sebagai kreditur yang diutamakan apabila debitur wanprestasi.
Selain
itu, alasan lain Bank dengan tetap mengeluarkan kredit dimotori juga oleh rasa
takut terhadap persaingan dengan bank lain. Dikhawatirkan nasabah yang akan
menjadi sumber pendapatan atau penambahan laba bagi mereka akan pergi. Hal ini
dikarenakan lambatnya proses pemberian kredit yang disebabkan proses pembuatan
akta yang akan masih berjalan. Maka dari itu, hanya dengan cover note bank sudah berani mencairkan kredit. Dalam hal ini
logika berpikirnya ; “tidak mungkin bagi debitur yang memiliki objek jaminan
yang diikat dengan hak tanggungan tidak akan keluar sertifikatnya”.
Permasalahan
hukum dalam kaitanya dengan kedudukan Bank sebagai kreditur yang tidak
memperoleh sertifikat hak tanggungan setelah Bank mencairkan kredit. Dalam
praktiknya di lapangan baik Notaris/ PPAT maupun Bank selalu mengatakan bahwa
tidak mungkin terjadi kondisi demikian. Bahwa Bank akan dirugikan jika debitur
wanprestasi, dimana Bank hanya memegang cover
note, oleh karena Notaris sebagi pejabat yang berwenang akan mengecek
kelengkapan dan prasyaratannya, sehingga sertifikat hak tanggungan akan
diserahkan kepada Bank kelak. Setelah didaftarakan walaupun pemberian kredit
telah terjadi lebih awal.
Pihak Bank justru menanggapi bahwa hukum itu tidak selamanya berjalan sedemikian kaku (rigid), sehingga membatasi kepentingan para pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban, dan perjanjian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan causa yang halal (bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan). Jadi kalau Bank mengeluarkan kredit sebelum terbitnya sertifikat hak tanggungan bukanlah masalah hukum, dan debitur tetap diikat dengan semua kewajiban dalam perkreditan dan perikatan jaminan atas hak tanggungan.
Fungsi utama lembaga jaminan adalah di satu sisi merupakan kebutuhan bagi kreditur atau Bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit.
Pihak Bank justru menanggapi bahwa hukum itu tidak selamanya berjalan sedemikian kaku (rigid), sehingga membatasi kepentingan para pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban, dan perjanjian tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan causa yang halal (bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan dan kepatutan). Jadi kalau Bank mengeluarkan kredit sebelum terbitnya sertifikat hak tanggungan bukanlah masalah hukum, dan debitur tetap diikat dengan semua kewajiban dalam perkreditan dan perikatan jaminan atas hak tanggungan.
Fungsi utama lembaga jaminan adalah di satu sisi merupakan kebutuhan bagi kreditur atau Bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit.
Disisi lain jaminan sebagai sarana
perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu kepastian pelunasan hutang atas
pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur, apabila debitur
tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban memenuhi prestasinya yang dijamin
dengan jaminan benda bergerak ataupun benda tidak bergerak dipenuhi oleh debitur
dengan baik, maka benda jaminan tidak tampak peranannya tetapi manakala debitur
tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan dengan kreditur,
Dalam hal demikian debitur dikatakan telah
cidera janji, dengan demikian fungsi benda jaminan baru nampak kegunaannya.
BAB
IV
KESIMPULAN
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa cover note yang
dikeluarkan oleh Notaris tidak dapat dijadikan sebagai jaminan perorangan atas
wanprestasi yang dilakukan oleh klien Notaris tersebut. Cover note hanya merupakan surat keterangan yang dikeluarkan
sebagai pegangan dasar sementara bagi pihak bank dalam mencairkan kredit. Maka
dari itu atas wanprestasi yang dilakukan oleh debitur tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan. Dalam hal ini cover note itu sendiri bersifat mengikat
secara moral. Tidak ada sanksi hukum apapun terhadap cover note yang telah dikeluarkan. Hal ini dikarenakan cover note tidak memiliki kekuatan hukum
yang mengikat dan sempurna. Cover note
hanya dipergunakan sebagai dasar timbulnya suatu peristiwa hukum saja. Yang
mengikat secara hukum itu adalah akta otentik yang dibuat oleh Notaris
tersebut. Hal demikian dikarenakan sudah sampai pada level perbuatan hukum para
pihak, baik secara de facto maupun de jure.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi, Santia, R.M. Fauwas Diradja. 2011. Panduan Teori dan Praktik Notaris. Yogyakarta:
Pustaka Yustisia.
Soedewi, Sri. 2007. Hukum
Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan.
Yogyakarta: Liberty Offset.
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Hak Tanggungan. Jakarta: Sinar Grafika.
[1]
Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan,
Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 27
[2]Ibid.,
Hlm. 28.
[3]
Sri Soedewi Masjchoen sofwan, 2007, Hukum
Jaminan Di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan.
Liberty Offset, Yogyakarta, Hlm. 80
[4]
Ibid., Hlm. 82.
[5]
Ibid., Hlm. 114.
[6]
Santia dewi dan R.M. Fauwas Diradja, 2011, Panduan Teori dan Praktik Notaris,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, Hlm. 86.
Andaikata semua telah dilakukan dan tepat pada saat pencairan kreditur membatalkan akad kredit dan semua yang ada kaitannya dengan hukum tanpa ada pengguguran akad secara resmi apa yang bisa debitur lakukan? Dan apa yang bisa notaris lakukan setelah pihak kapitalis melakukan tindakan tercela atas jabatan yang didapat dengan sekolah hukum? Apakah memang kitab kuhp itu benar kepanjangan kasih uang habis perkara? Jika memang notaris sebagai pihak yg melegalkan tetapi ikut andil dalam pembatalan sepihak tanpa ada keterangan pada pihak debitur sy rasa akan hancur supremasi hukum diindonesia (sekarang aja udah hancur) atau mungkin undang2x tersebut bisa ditambahkan satu pasal lagi. Kreditur bisa seenak udelnya untuk melakukan apapun dan notaris harus menuruti semua titah pemilik uang jadi bila terjadi hal seperti diatas pihak debitur tidak akan bingung mencari kebenaran
BalasHapusPemaparan yang bagus..
BalasHapusSukses
Salam
Aslam Fetra Hasan S.H., C.L.A
Managing Partners
Aslam Hasan & Partners
Law Office