LOGIKA HUKUM
Logika berasal dari kata “logos” yang berarti “kata” sebagai
manifestasi (pengejawantahan) pikiran manusia atau kata sebagai ungkapan
pikiran manusia dalam bentuk yang menaati kaidah-kaidah berpikir.[1]
Logika merupakan suatu ajaran
tentang berpikir tertib dan benar, atau merupakan ilmu penarikan kesimpulan
tanpa meninggalkan kaidah atau hokum berpikir dan tidak mempermasalahkan
kebenaran isi, tetapi mempermasalahkan tata tertib yang menjadi panutan cara
berpikir agar memperoleh hasil yang benar.[2]
Logika formal atau yang dikenal juga
sebagai logika hokum mempelajari segi formal atau structural dari penalaran.
Logika hokum mempelajari asas-asas, kaidah-kaidah, atau hokum berpikir yang
harus ditaati agar kita berpikir dengan tepat dan benar, dan mencapai
kebenaran. Logika hokum meneliti tentang cara-cara atau dalil-dalil berpikir
menurut hokum : argumentasi yuridis.[3]
Logika formal menyelidiki apakah suatu pernyataan itu keseluruhannya “logis”
(berlaku atau tidak).
Logika hokum adalah suatu jalan
pemikiran tentang bagaimana peraturan itu dibuat, dan ditemukan dalam bentuk
peraturan dan penemuan hokum. Logika hokum memiliki fungsi sebagai suatu metode
untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan
penalaran itu merupakan suatu bentuk dari suatu pemikiran. Dalam penalaran itu
sendiri bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan suatu konsep
(conceptus), diikuti oleh perbuatan pernyataan (prositio), lalu diikuti oleh
penalaran (ratio cinium, reasoning).
Logika dari ilmu hokum yang disusun
oleh hokum mencakup beberapa prinsip diantaranya; pertama, prinsip eksklusi,
yaitu merupakan suatu teori yang memberikan pra anggapan bahwa sejumlah putusan
independen dari badan legislative merupakan sumber bagi setiap orang, karenanya
mereka dapat mengidentifikasi system. Kedua, prinsip subsumption, yang
merupakan prinsip dimana berdasarkan prinsip tersebut ilmu hokum membuat suatu
hubungan hierarkis antara aturan hokum yang bersumber dari legislative superior
dengan yang inferior. Ketiga, prinsip derogasi,prinsip-prinsip yang merupakan
dasar penolakan dari teori terhadap aturan-aturan yang bertentangan dengan
aturan yang lain dengan sumber yang lebih superior. Keempat, prinsip
kontradiksi, prinsip-prinsip yang merupakan dasar berpijak bagi teori hokum
untuk menolak kemungkinan adanya kontradiksi diantara peraturan yang ada.[4]
SUMBER HUKUM
Sumber hokum memiliki banyak makna,
tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Pada hakekatnya yang dimaksudkan
dengan sumber hokum adalah tempat dimana kita dapat menemukan atau menggali
hukumnya. Kata sumber hokum sering digunakan dalam beberapa arti, diantara nya
yaitu :
a.
Sebagai asas hokum, sebagai sesuatu yang
merupakan permulaan hokum, misalnya kehendak tuhan, akal manusia, jiwa bangsa
dan sebagainya,
b.
Menunjukkan hokum terdahulu yang memberi
bahan-bahan kepada hokum yang berlaku sekarang,
c.
Sebagai sumber berlakunya, yang member
kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hokum,
d.
Sebagai sumber dari mana kita dapat
mengenal hokum, misalnya dokumen, undang-undang, dan sebagainya,
e.
Sebagai sumber terjadinya hokum : sumber
yang menimbulkan hokum.[5]
Secara
umum, sumber hokum memiliki 2 (dua) bentuk, yaitu sumber hokum formil dan
sumber hokum materiil. Sumber hokum formil merupakan tempat atau sumber dari
mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hokum.[6]
Hal ini berkaitan mengenai bentuk serta tata cara yang menyebabkan peraturan
hokum tersebut formal berlaku. Sumber hokum materiil yaitu tempat dari mana materi
hokum itu diambil.[7]
Dalam hal ini sumber hokum materiil merupakan factor yang membantu pembentukan
hokum, misalnya saja : hubungan social, hubungan kekuatan politik, serta
situasi social ekonomis.
DOKTRIN HUKUM
Doktrin hokum, dapat disebut sebagai
pemikiran para sarjana hokum tentang hokum itu sendiri. Pendapat para sarjana
hokum yang merupakan doktrin adalah sumber hokum, tempat dimana hakim dapat
menemukan hukumnya. Pada zaman Romawi, terdapat golongan para ahli hokum yang
dinamakan prudentes yang dapat
membuat tindakan-tindakan sebagai berikut :
a.
Membuat ulasan (komentar) tentang hokum
yang berlaku di masyarakat,
b.
Berusaha mencari hakekat hokum,
c.
Berusaha member jawaban atas
masalah-masalah yang hangat.
[1]
Sudikno Mertokusumo, 2011, Teori Hukum, Universitas
Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta, Hlm. 68 dikutip dari Salam, 1988:33.
[2] Ibid, Hlm. 68
[3] Ibid, Hlm. 72
[4] Munir Fuady,
2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia
Indonesia, Bogor, Hlm. 24
[5]
Sudikno
Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar, Liberty, Yogyakarta, Hlm. 82
[6] Ibid, Hlm. 83
[7] Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar