DEFINISI DAN FUNGSI TEORI HUKUM
Istilah teori hukum berasal dari bahasa
Inggris, yaitu theory of law. Dalam
bahasa Belanda disebut dengan rechtstheorie.
Menurut Muchyar Yahya teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang mempelajari
berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara
tersendiri dan dalam keseluruhannya secara interdisipliner, yang bertujuan
memperoleh pengetahuan dan penjelasan yang lebih baik, lebih jelas, dan lebih
mendasar mengenai hukum positif yang bersangkutan.[1]
Selain itu, Bruggink mengartikan teori
hukum adalah : “suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan
dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan
sistem tersebut untuk sebagian penting dipositifkan”.[2]
Pengertian teori hukum dalam
definisi ini bermakna ganda karena teori hukum dinyatakan sebagai produk dan
proses. Pengertian ini tidak jelas karena teori hukum tidak hanya mengkaji
tentang norma, tetapi juga hukum dalam kenyataannya. Teori hukum bukanlah
filsafat hukum dan bukan pula ilmu hukum dogmatik atau dogmatik hukum. Hal ini
tidak berarti bahwa teori hukum tidak filosofis atau tidak berorientasi pada
ilmu hukum dogmatik : teori hukum ada diantaranya.[3]
Maka, teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisir
tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara
kritis ilmu hukum maupun positif dengan menggunakan metode interdisipliner.
Dikatakan secara kritis karena pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teori
hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena
memerlukan argumentasi atau penalaran. Berbeda dengan dogmatik hukum yang
jawaban pertanyaan atau permasalahannya sudah ada di dalam hukum positif.
Ada 2 (dua)
fungsi teori hukum, yaitu fungsi secara teori dan praktis :
1.
Manfaat
secara teoritis adalah sebagai alat dalam menganalisis dan mengkaji
penelitian-penelitian hukum yang akan dikembangkan oleh para ahli hukum, baik
itu yang dilakukan dalam penelitian disertasi, penelitian hibah bersaing,
penelitian hibah kompetensi, daan lainnya.
2.
Manfaat
secara praktis adalah sebagai alat atau instrumen dalam mengkaji dan
menganalisis fenomena-fenomena yang timbul dan berkembang dalam masyarakat,
bangsa, dan negara.[4]
CIRI TEORI HUKUM
Teori hukum lahir pada perjalanan
abad ke-20. Teori hukum timbul dan merupakan kelanjutan dari ajaran hukum umum.
Namun, walaupun teori hukum dianggap sebagai kelanjutan ajaran hukum umum,
teori hukum memiliki tujuan dan tingkat kemandirian yang berbeda. Sehingga
secara khusus teori hukum memiliki ciri yaitu sebagai berikut :
1.
Dalam
tujuannya teori hukum menguraikan hukum secara ilmiah positif,
2.
Teori
hukum telah diakui secara luas sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri,
3.
Objek
kajian teori hukum adalah mempelajari persoalan-persoalan fundamental dalam
kaitan dengan hukum positif, seperti sifat kaidah hukum, definisi hukum,
hubungan antara hukum dan moral, dan sejenisnya,
4.
Teori hukum menggunakan metode
interdisipliner, yang berarti teori hukum tidak terikat pada satu metode saja,
sehingga sifatnya lebih luas dan bebas.
KEBENARAN TEORITIK DAN KEBENARAN HUKUM
Penggunaan
teori apabila dicermati memperlihatkan trend tertentu, paling tidak teori
selalu dikaitkan dengan sesuatu yang abstrak teoritis, yang pada tataran
tertentu menimbulkan keragaman tafsir bahkan antipati serta ejekan didalamnya.
Istilah “teori” sering digunakan untuk mencela mereka yang selalu berbicara
pada tataran abstrak, sulit dipahami dan tidak pernah berpijak dialam kenyataan
atau empirik.
Terdapat pemahaman bahwa istilah
“teori’ bukanlah sesuatu yang harus dijelaskan, tetapi sebagai sesuatu yang
seolah-olah sudah dipahami maknanya. Bahkan teori sering ditafsirkan sebagai
istilah tanpa makna apabila tidak berkait dengan kata yang menjadi padanannya,
misalnya teori ekonomi, teori sosial, teori hukum dan lainnya, sehingga kata
yang menjadi padanannya menjadi (seolah-olah) lebih bermakna ketimbang istilah
atau makna teori itu sendiri.[5]
Didalam kebenaran secara teoritik
adanya gabungan ‘proposisi’ yang secara logis terkait satu sama lain dan diuji
serta disajikan secara sistematis, serta dibangun dan dikembangkan melalui research dan dimaksudkan untuk
menggambarkan dan menjelaskan suatu fenomena. Maka, kebenaran teoritik
senantiasa berkaitan dengan apa yang disebut realitas.
Beberapa ahli berkeyakinan, sebuah
teori dapat dibuktikan benar atau salah. Hal ini (kebanyakan) didasarkan kepada
pertimbangan filsafat dan logika, sedangkan selebihnya berdasarkan pada
analisis terperinci tentang sejarah (ilmu) dan tentang teori-teori ilmiah
modern. Pada dasarnya, tidak semua pandangan ahli dan hasil pengamatannya akan
melahirkan sebuah teori yang dapat diterima secara umum. Pandangan ahli dan
hasil pengamatannya akan dapat menjadi sebuah teori apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Sebuah
teori harus cermat, ini mengandung arti bahwa akibat-akibat yang dapat
diderivasi dari dalam teori itu harus sesuai dengan hasil-hasil eksperimen dan
pengamatan-pengamatan yang dilakukan.
2.
Sebuah
teori harus sederhana, maksud sesungguhnya sebuah teori adalah untuk
menciptakan ketertiban dalam suatu keseluruhan unsur yang kacau balau. Suatu
teori akan memperlihatkan pertalian suatu fenomena dengan jelas. Unsur
kesederhanaan ini menjelaskan misalnya daya tarik yang besar dari pandangan
Kelsen tentang struktur dari sistem-sistem hukum, daya tarik yang sangat rendah
terbatas dari berbagai teori dan dari logika hukum formal.
3.
Sebuah
teori harus konsisten. Ini berarti bahwa teori tidak boleh memuat atau
mengandung pertentangan internal atau tidak boleh membawa pada
kesimpulan-kesimpulan yang saling bertentangan.
4.
Sebuah
teori harus memiliki lingkup jangkauan yang besar (luas). Sebuah teori harus
dapat menjelaskan lebih banyak ketimbang yang mungkin dihasilkan sebelumnya
dengan pengamatan sederhana atau dengan teori-teori yang lebih terbatas.
5.
Sebuah
teori harus produktif dalam hubungannya dengan temuan-temuan penelitian yang
baru.
6.
Sebuah
teori harus mengungkapkan atau relasi-relasi baru di antara gejala-gejala yang
sudah dikenal yang sebelumnya tidak teramati.[6]
Selain itu
menurut Ahmad Mulyana mengemukakan ada 5 (lima) patokan yang dapat dijadikan
sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi kesahihan teori. Kelima patokan tersebut
yaitu :
1.
Cakupan
teoritis. Teori yang dibangun harus memiliki keberlakuan umum.
2.
Kesesuaian.
Isi teori harus sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan teoritis
yang diteliti.
3.
Heuristic
teori yang dibentuk mempunyai potensi untuk menghasilkan penelitian atau
teori-teori lainnya yang berkaitan.
4.
Validity,
teori harus memiliki konsistensi internal dan eksternal.
5.
Parsimony,
teori harus memiliki kesederhanaan.
Pada hakikatnya, tujuan ilmu pengetahuan adalah mencari kebenaran. Dalam
filsafat ilmu pengetahuan, ada 3 (tiga) jenis teori yang menganalisis tentang
kebenaran. Ketiga jenis teori itu meliputi sebagai berikut :
1.
Teori
koherensi (Konsistensi)
Teori ini dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles, teori
ini berpendapat bahwa :
“suatu
pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
(searah) dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar”.
2.
Teori
Korespondensi
Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel. Teori ini
berpendapat bahwa :
“suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan
yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang
dituju oleh pernyataan tersebut”
3.
Teori
Pragmatis
Teori ini dicetuskan oleh Charles S. Pierce. Kemudian
teori ini dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu George Herbert Mead, William
James, John Dewey dan C.I. Lewis. Teori ini berpendapat bahwa :
“kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria, apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu
pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia”.[7]
URGENSI TEORI HUKUM
Permulaan perkembangan teori hukum
dipengaruhi oleh keberhasilan dan kemajuan pesat yang diilhami oleh ilmu-ilmu
pengetahuan alam yang menggunakan metode-metode ilmu pengetahuan alam positif,
para ahli hukum pada waktu itu merasa perlu adanya disiplin hukum yang tidak
terlalu teoritis abstrak dan tidak terlalu praktis konkret, yang terletak di
antara filsafat hukum dan dogmatik hukum.
Pendekatan fenomena semacam ini
disebut ajaran hukum umum. Dimana ajaran hukum umum bertujuan mengadakan
penelitian asas-asas hukum seperti utang yang harus dibayar, pacta sunt
servanda, pengertian hukum seperti hak milik dan pembedaan (hukum privat-hukum
publik) yang dianggap pada umumnya bagian mutlak setiap sistem hukum. Ajaran
hukum umum secara a priori bertitik tolak pada anggapan adanya ciri yang
bersifat universal pada semua sistem hukum.
Teori hukum merupakan ilmu disiplin
tersendiri diantara dogmatik hukum dan filsafat hukum. Yang memiliki perspektif
interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala
hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi
teoritisnya maupun dalam penerapan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang
hukum dalam kenyataan kemasyarakatan. Sehingga yang menjadi urgensi dalam teori
hukum adalah teori hukum memiliki kegunaan antara lain:
1.
Menjelaskan
hukum dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau
unsur sah nya suatu peristiwa hukum dan hierarki peraturan hukum,
2.
Menilai
suatu peristiwa hukum,
3.
Memprediksi
tentang sesuatu yang akan terjadi.
Menurut
Radbruch, teori hukum memiliki tugas membuat jelas nilai-nilai serta
postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.
Sedangkan menurut Kelsen bahwa teori hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai
hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya.
SUMBER-SUMBER TEORI HUKUM
Mengenai sumber-sumber teori hukum, hal ini bersumber
dari pendapat para sarjana hukum dan bagaimana mereka memaknai hukum itu
sendiri tergantung dari aliran mana yang mereka anut untuk menjelaskan mengenai
apa itu hukum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Radbruch bahwa, tugas teori
hukum adalah membikin jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai
kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.[8] Sebagai contoh Hans Kelsen yang mengajarkan
teori hukum murni bahwa teori hukum murni adalah teori hukum umum yang berusaha
untuk menjawab bagaimana hukum itu dibuat. Ia mengatakan murni karena teori
tersebut mengarahkan pengetahuan pada hukum itu sendiri karena teori tersebut
menghilangkan semua yang tidak menjadi objek kognisi yang sebenarnya ditetapkan
sebagai hukum tersebut, yakni dengan membebaskan ilmu hukum dari semua elemen
asing.
Karl
marx, mengatakan bahwa hukum itu merupakan alat legitimasi dari kelas ekonomi
tertentu. Hukum itu hanya melayani kepentingan ‘orang yang berpunya’ dalam hal
ini yang dimaksud adalah pemilik modal. Salah satu teori Karl Marx yang
terkenal adalah hukum ada dalam bingkai infra-struktur, supra-struktur. Dimana
yang merupakan infra-struktur adalah fakta hubungan-hubungan ekonomi
masyarakat. Sedangkan yang merupakan supra-struktur adalah
kelembagaan-kelembagaan sosial non ekonomi, seperti hukum, agama, sistem politik,
corak budaya, dan lain sebagainya.
[1]
Sudikno Mertokusumo, 2011, Teori
Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Hlm. 87
[2]
Salim, HS., 2010, Perkembangan Teori
dalam Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 53
[3]
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit., Hlm.
86
[4]
Salim HS, Op.Cit., Hlm. 18
[5]
Otje Salman S dan Anthon F. Susanto,
2007, Teori Hukum mengingat, mengumpulkan, dan membuka kembali, Refika Aditama,
Bandung, Hlm. 19.
[6]
Salim HS, Op.Cit., Hlm. 11.
[7]
Salim HS, Op.Cit., Hlm. 14.
[8]
Otje Salman S dan Anthon F. Susanto,
Op.Cit., Hlm. 45.
BlogStoc.com
BalasHapus